Pemerintah hingga DPR Didesak Buat RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual oleh Wakil Ketua MPR

- 13 Mei 2022, 09:44 WIB
Ilustrasi pasangan homoseks/LGBT
Ilustrasi pasangan homoseks/LGBT /Pixabay/geralt
MEDIA PAKUAN - Narasi yang menyebut Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) tidak bisa dilarang lantaran tidak ada aturan hukum yang memberikan sanksi terhadapnya dikritisi wakil ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
 
Saat ini dianggap terjadi kekosongan hukum yang mengatur soal LGBT, HNW sapaan akrab Hidayat nur Wahid mengatakan sudah seharusnya negara hukum seperti Indonesia membuat Undang-Undang mengenai hal tersebut.
 
Dia mendesak pemerintah dan anggota parlemen untuk segera membuat undang-undang yang mengatur LGBT di Indonesia.
 
 
"Maka pihak-pihak yang berkewenangan harus segera mengisinya dengan membuat aturan UU. Bukan seolah-olah tak berdaya," katanya dalam keterangan resmi, Kamis 12 Mei 2022.
 
Hal tersebut juga bertujuan agar memperjelas kekosongan hukum yang mengatur soal LGBT di negara hukum seperti Indonesia.
 
Kata HNW, usulan tindak pidana bagi pelaku kejahatan seksual, perkawinan sesama jenis lalu penyimpangan seks di kalangan LGBT sebenarnya sudah pernah diajukan Fraksi PKS di DPR RI.
 
 
Menurutnya dalam UU TPKS hanya terfokus pada tindakan 'kekerasan seksual' saja. Lanjutnya, usulan antisipatif dan konstruktif dari fraksi PKS ketika itu tidak didukung oleh fraksi partai lainnya.
 
"Juga tidak didukung oleh Pemerintah sehingga FPKS menolak pengundangan RUU tersebut," paparnya.
 
HNW mengatakan apabila pemerintah tidak berkenan merevisi UU TPKS seperti yang diusulkan fraksi PKS, cara lain yang bisa ditempuh adalah segera membahas RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual.
 
Hal tersebut menurut HNW merupakan salah satu yang sedang diperjuangkan fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk bProgram Legislasi Nasional (Prolegnas) long list 2020-2024.
 
 
"Sebenarnya, RUU ini sudah disuarakan oleh Ketua Fraksi PKS sejak 2016 lalu. Tinggal bagaimana fraksi-fraksi lain di DPR dan Pemerintah berkomitmen untuk memprioritaskan membahas dan mengundangkan RUU ini," tuturnya.
 
HNW mencontohkan ada beberapa cara lain undang undang yang bisa digunakan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut sekalipun bukan lex specialis. Misalnya, UU ITE, UU Pornografi, dan Pasal 292 KUHP yang berkaitan dengan kejahatan atau aturan asusila.
 
"Ketentuan-ketentuan itu memang berlaku untuk umum. Mestinya, norma Pancasila dan aturan hukum yang bersifat umum itu disosialisasikan sebagai edukasi untuk masyarakat," ucap Hidayat nur Wahid. ***

Editor: Siti Andini

Sumber: Pikiran Rakyat ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x