Tanah Lokasi Bom Bali Dijual Rp45 Miliar, Australia Sempat Berencana Membeli

- 16 Februari 2022, 10:34 WIB
Komjen Pol Dr. Boy Rafli Amar, M.H. selaku Kepala BNPT menghadiri acara peringatan 19 tahun bom bali di kawasan Legian, Bali, pada 12 Oktober 2021
Komjen Pol Dr. Boy Rafli Amar, M.H. selaku Kepala BNPT menghadiri acara peringatan 19 tahun bom bali di kawasan Legian, Bali, pada 12 Oktober 2021 /bnpt.go.id/Humas BNPT/
MEDIA PAKUAN - Tanah lokasi bom Bali yang selama hampir dua dekade menjadi sejarah kabarnya akan segera dijual dengan harga Rp45 miliar.
 
Pemilik Sari Club di Bali setuju untuk menjual sebagian tanahnya untuk dijadikan taman perdamaian untuk mengenang para korban yang meninggal dunia.

Sukamto Tjia sang pemilik sudah menandatangani perjanjian penjualan 560 meter persegi tanahnya, yang dulunya lokasi Sari Club, dengan harga Rp45 miliar rupiah.
 

Bagi yang tertarik membeli tanah tersebut batas waktu paling lambat untuk pembayarannya di akhir Maret 2022.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison, sebelumnya pernah menawarkan dana untuk membeli tanah bom Bali tersebut, namun saat dikonfirmasi lagi pihaknya mengatakan penawaran baru harus melalui proses formal dan dievaluasi dengan teliti. 

PM Morrison meminta Asosiasi Taman Perdamaian Bali (BPPA), untuk mewakili memberikan perkiraan harga tanah sebagai bahan pertimbangan.

BPPA yang berlokasi di Perth, sangat berminat untuk membelinya, namun selalu ada hambatan kesepakatan dengan pemilik dan juga keterbatasan dana yang ada.

Setelah berkomunikasi dengan Sukamto Tjia, pendiri BPPA Dallas Jackson, berhasil menegosiasikan harga atas nama para penyintas dan korban bom Bali.

Ia mengatakan "Menyongsong 20 tahun peringatan peristiwa Bom Bali, saya pikir akan sangat signifikan bila tanah tersebut dijadikan taman daripada dibiarkan kosong," katanya.
 
 
Sketsa desain taman tersebut pun sudah jadi dan pembangunan taman bisa selesai sebelum peringatan 20 tahun peristiwa Bom Bali pada bulan Oktober.
Dalam desain taman terdapat sebuah mural tentang peristiwa pemboman, titik sudut refleksi untuk mengenang mereka yang meninggal dunia.

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia Julia Gillard dan Kevin Rudd juga pernah menawarkan pendanaan seharga Rp4 miliar. 
 
Partai oposisi Australia menyetujui pemerintah mereka untuk mengalokasikan anggaran secukupnya dan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk pembangunannya tersebut sebelum peringatan 20 tahun.

Anggota partai buruh Luke Gosling mengatakan" 88 warga Australia yang meninggal dan mereka yang tidak terdata dalam peristiwa Bom Bali 2002 tidak boleh dilupakan," ujar Luke.

Akhir tahun lalu, BPPA menghentikan komunikasi dengan pemilik tanah setelah bertahun-tahun bernegosiasi.

Pemilik tanah dituduh menawarkan harga yang tidak masuk akal, lebih mahal dari harga pasaran yang sebenarnya.
 

Keith Pearce, anggota BPPA yang anaknya selamat dalam peristiwa Bom Bali menyampaikan "Kami tidak siap membayar harga lebih dari yang sudah kami tawar," katanya, seraya menambahkan "Jadi kami memutuskan untuk membatalkan rencana pembelian tanah."

Pemilik Sari Club meminta kompensasi Rp90 miliar (A$9 juta) ditambah meminta uang muka Rp41 miliar (A$4.9 juta) sebagai tanda pengikat.

Pendiri BPPA mengatakan pemilik berhak atas kompensasi tersebut bila dihitung kerugian setiap tahun sejak peristiwa Bom Bali 2002.

Menurutnya dalam setahun pengusaha bisa memperoleh keuntungan setidaknya A$100,000 (Rp1 M) bila menjual tanah tersebut, sebelum COVID.
 
"Tawaran ini masuk akal. Sukamto Tjia adalah pengusaha. Kita harus memahami itu," katanya.

Ronald Sukamto, anak pemilik menepis tuduhan bahwa pihaknya rakus karena menetapkan harga jual tinggi.

"Bagi mereka yang menganggap kami rakus, coba datang ke Bali dan lihat lokasinya, mungkin nanti akan mengerti seberapa besar potensi bisnis di sana dan apakah harga yang kami ajukan lebih tinggi dari harga pasaran."
 

Ia memperkirakan kerugian Rp28 miliar dari penjualan propertinya kepada pengembang.

"Kalau Anda tanya saya apakah kami sedih belum menerima pendapatan dari tanah ini selama 19 tahun terakhir, kami bukan sedih karena uangnya," ujar Ronald.

"Kami sedih karena ada banyak korban yang meninggal dunia, kami tidak pernah menghendaki tragedi ini terjadi," ujarnya.***

Editor: Siti Andini

Sumber: abc.net


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah