Putus Sekolah hingga Nilai Turun, Ini Efek Pandemi yang Dirasakan oleh Para Pelajar

- 22 Januari 2022, 11:45 WIB
Putus Sekolah hingga Nilai Turun, Ini Efek Pandemi yang Dirasakan oleh Para Pelajar
Putus Sekolah hingga Nilai Turun, Ini Efek Pandemi yang Dirasakan oleh Para Pelajar /Pixabay/

 

MEDIA PAKUAN - Pandemi memang memiliki efek yang besar bagi anak-anak terutama di Indonesia, pendidikan dan masa depan mereka.

Bahkan bagi mereka yang masih bersekolah menemui tantangan dalam belajar ketika menggunakan metode pembelajaran online.

Apalagi untuk sebagian besar orang tua yang termasuk dalam kelompok berpenghasilan menengah dan rendah, sedikit memberatkan untuk keuangan mereka.

Baca Juga: Korban Kecelakaan Truk di Balikpapan Dijamin Dapat Santunan dari PT Jasa Raharja

Maka tak heran adanya pandemi Covid-19 ini menyebabkan banyak siswa di Indonesia putus sekolah.

Menurut laporan Bank Dunia pada September 2021, sekitar 2 persen anak berusia lima hingga 18 tahun yang terdaftar hingga Maret 2020, harus mengalami putus sekolah pada bulan November 2020.

Alasan putus sekolah yang paling sering dikemukakan adalah tidak ada biaya untuk membayar uang sekolah.

“Mungkin beberapa dari anak-anak ini mendaftar ulang sekarang, tetapi kemungkinan juga banyak yang putus sekolah secara permanen dan telah bergabung dengan siswa lain yang putus sekolah selama tahun 2021,” ucap spesialis pendidikan Bank Dunia bernama Noah Yarrow.

Baca Juga: MU Rugi, Cristiano Ronaldo Cedera Leher dan Absen di Laga Melawan West Ham

Selain putus sekolah, pandemi juga nyatanya membuat banyak nilai siswa menjadi turun.

Hal inilah yang dialami Tasya Aprilia Agatha yang berusia 17 tahun.

Pada bulan Agustus, Tasya harus kehilangan ayahnya dikarenakan Covid-19. Ayah Tasya Aprilia Agatha yang bekerja sebagai sopir pengiriman adalah pencari nafkah tunggal, oleh karena itu kehilangan sosok ayah tentu membuat keluarganya harus berjuang lebih untuk bertahan hidup.

Ayah Tasya biasa memperoleh uang yang cukup untuk keluarganya setiap bulan, namun dengan kematian tersebut otomatis membuat pendapatan tidak masuk.

Enam hari dalam seminggu, Tasya kini harus terbiasa bangun pukul 4 pagi untuk membantu ibunya menjalankan warung makan. Selain itu dia bekerja di kafe sambil melanjutkan sekolahnya.

“Saya bekerja karena ingin membantu ibu saya dan untuk membayar biaya sekolah,” ujar Tasya.

Baca Juga: Dibantai 18-0 Australia, Pelatih Timnas Putri Indonesia: Beda Level

Dengan penghasilan tersebut dia bisa membiayai pengeluarannya sendiri tanpa harus meminta kepada ibunya.

Tetapi dengan jadwalnya yang padat dan hanya memiliki waktu 4 jam untuk tidur menyebabkan nilai sekolahnya menjadi merosot.

Menurut laporan Bank Dunia, hanya 30 persen anak Indonesia mencapai nilai minimum dalam membaca di Program Penilaian Pelajar Internasional sebelum pandemi.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa penutupan sekolah dipicu oleh pandemi dan mengakibatkan turunnya rata-rata nilai membaca para siswa.

Menteri pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengakui bahwa pernikahan anak juga meningkat karena tekanan ekonomi yang tidak dapat dihindari akibat pandemi.***

Editor: Siti Andini

Sumber: Channel New Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x