Media Dilarang Memuat Kekerasan Yang Dilakukan Polisi, Begini Isi Surat Telegram Kapolri

- 6 April 2021, 15:47 WIB
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) menerbitkan surat telegram yang terkait pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) menerbitkan surat telegram yang terkait pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. /Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

MEDIA PAKUAN - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan perintah melalui Surat Telegram (ST) pada Selasa, 6 April 2021.

Dalam ST yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 itu melarang media menayangkan tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polisi.

"Dengan pertimbangan agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono seperti dikutip dari rilis Humas Polri.

Baca Juga: Minuman Beralkohol Disebut Jadi Daya Tarik Wisata yang Menambah Kas Negara Hingga Rp3,61 Triliun?

Surat Telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda tersebut mengatur tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan kejahatan.

Rusdi menjelaskan, terdapat beberapa poin yang perlu dipatuhi pengemban fungsi humas Polri, salah satunya adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.

"Media tidak boleh menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," jelasnya.

Baca Juga: Yangon jadi MERAH!, Pengunjuk Rasa Myanmar Tandai Kematian

Humas Polri juga tidak boleh menyajikan rekaman interogasi kepolisian serta penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

Kemudian rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.

Dan reka ulang juga dilarang meskipun bersumber dari pejabat Polri. Terlebih jika reka ulang tersebut tentang kejahatan seksual.

"Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang atau fakta pengadilan. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual," papar Rusdi.

Baca Juga: Kebakaran Kilang Minyak Indramayu Baru Padam dan Dingin, Olah TKP Siap Dimulai! Begini Perencanaanya

Dalam surat telegram ini juga disebutkan, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan.

"Wajah dan identitas pelaku, korban, serta keluarga yang masih dibawah umur juga harus disamarkan," tutur Rusdi.

Disebutkan pula, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

"Poin berikutnya, tidak boleh menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang," terangnya. 

Baca Juga: Polemik Kehadiran Jokowi dan Prabowo Dipernikahan Atta dan Aurel, Politisi Partai: Ini tak Pantas

Kepolisian juga tidak boleh membawa media dan melakukan siaran langsung saat proses penangkapan pelaku kejahatan, melainkan hanya anggota Polri yang berkompeten yang boleh melakukan dokumentasi pada saat proses penangkapan.

"Lalu, dilarang menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak," pungkasnya.***

Editor: Siti Andini

Sumber: humas.polri.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah