MEDIA PAKUAN - Dewan Kemananan PBB dianggap telah tidak lagi berfungsi semestinya dan tidak mampu memenuhi tujuannya untuk menjaga perdamaian global.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kerap menyuarakan Restrukturisasi Dewan Keamanan PBB di badan pembuat keputusan utama PBB, ia bersikeras untuk menghapus hak veto, dengan menyatakan bahwa dunia lebih besar dari lima negara.
Lima anggota tetap Dewan Keamanan AS, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia, dituduh lebih sering menyalahgunakan hak vetonya untuk mencegah gerakan yang mereka yakini mengancam kepentingan masing-masing.
Baca Juga: Ramzan Kadyrov Sesumbar 2,5 Juta Pegawai Negeri Rusia Bisa Hancurkan Tentara Barat Manapun
Pada Majelis Umum PBB ke-77 minggu ini, Presiden AS Joe Biden juga turut menyuarakan mengangkat masalah ini setelah Erdogan.
Ia menyerukan perluasan keanggotaan, harus diberikan kepada negara-negara di Afrika, Amerika Latin dan Karibia.
Namun menurut direktur PBB dari International Crisis Group, Richard Gowan, mengatakan itu adalah reaksi Biden terkait perang Rusia di Ukraina telah menyoroti kelemahan mendalam di Dewan Keamanan.
Menurutnya meskipun menikmati posisi istimewanya, namun AS tidak ingin terlihat seperti membela badan yang secara fundamental cacat.
Sementara itu menurut Kadir Ustun, direktur eksekutif Yayasan Penelitian Politik, Ekonomi dan Sosial (SETA) di Washington, Biden frustasi dengan posisi Rusia di Dewan Keamanan PBB setelah perang di Ukraina,
"Dulu negara 5 negara itu menggunakan Dewan Keamanan PBB untuk memanggil pihak yang berperang seperti terhadap Korea Utara, Iran, Irak," katanya.
"Namun hal itu, tidak berarti jika melihat kepentingan nasional mereka seperti pendudukan Israel atas tanah Palestina,” tegasnya.
Perbedaan pendekatan antara Ankara dan Washington adalah Turki mengusulkan sistem keanggotaan bergilir untuk semua negara. Sementara AS bertujuan untuk meningkatkan jumlah perwakilan tetap dan tidak tetap DK PBB.
Sejauh ini Rusia telah menjadi pengguna hak veto terbanyak dengan 120 veto. AS dengan 82 veto, yang sebagian besar digunakan untuk membungkam kritikan atas Israel.
Sementara China yang berpihaka kepada Rusia menggunakan hak vetonya berkali-kali, dalam perang saudara di Suriah.
Inggris dan Prancis tidak menggunakan hak veto mereka sejak 1989, karena merupakan sekutu AS.
Menurut Ustun dari SETA, kekuatan besar tidak mungkin menyerahkan kekuatan ini, karena sejumlah masalah seperti Israel dan Suriah.
Gowan percaya bahwa AS tidak akan pernah melepaskan hak veto dasarnya, terutama pada isu-isu terkait Israel.
AS akan mendukung peningkatan kursi permanen untuk negara-negara lain, yang sangat mustahil untuk disepakati.
Ia menekankan akan lebih mudah untuk bekerja pada isu-isu lain, seperti menyetujui kode etik tentang penggunaan veto P5, yang tidak memerlukan reformasi Piagam.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan sebagian besar negara anggota PBB setuju dengan gagasan reformasi organisasi dunia.
Menurutnya, pengambilan keputusan dengan suara terbanyak bisa menjadi pengganti hak veto.***