Ditengah Tuduhan Pelanggaran HAM, Lockdown di Xinjiang menjadi Ketakutan Tersendiri Warga Muslim Uighur

- 15 September 2022, 09:22 WIB
Ilustrasi Penanganan Covid-19
Ilustrasi Penanganan Covid-19 /Pixabay/Dimitris Vetsikas/

MEDIA PAKUAN - Ditengah tuduhan PBB atas pelanggaran hak asasi manusia atas penyiksaan oleh China terhadap penduduk Uighur di Provinsi Xinjiang.

Ribuan penduduk kota Ghulja di wilayah Xinjiang, yang sedang menghadapi lockdown memposting keluhan bahwa mereka diberi bahan makanan busuk dan ditolak perawatan medis kritis.

Penguncian di Ghulja juga menimbulkan ketakutan tersendiri bagi warga Uighur, penangkapan, pengobatan paksa, kerap terjadi terhadap kelompok etnis Turki yang bermukim di kawasan tersebut.

Baca Juga: Dmitry Medvedev: Ukraina Tawarkan Proyek Investasi dengan Jaminan Keamanan NATO, Itu Prolog Perang !

Kejadian kepada salah satu orang tua seorang mahasiswa Uighur di sebuah universitas di Eropa, Yasinuf, misalnya.

Yasinuf mengatakan, ibu mertuanya di Xinjiang mengirim pesan suara yang menakutkan dimana telah diseret dan dipaksa ke karantina hanya karena batuk ringan. 


Ia juga diancam dan diingatkan bahwa suaminya telah berada di kamp selama lebih dari dua tahun.

Wilayah itu telah menjadi target tindakan kebrutalan polisi, yang menyeret sejumlah besar orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya ke kamp dan penjara-penjara.

Kurangnya pasokan kebutuhan harian dan obat-obatan setelah lebih dari 40 hari selama penguncian virus Covid19, membuat penduduk wilayah itu kelaparan.

Baca Juga: Konfik Antar Agama Meluas, Pengadilan India Mengabulkan Umat Hindu Beribadah di Masjid Gyanvapi

Pekan lalu ratusan postingan dari kota Ghulja di media sosial, memperlihatkan kondisi kekurangan makanan dimana video kulkas kosong, anak-anak sedang sakit dan orang-orang yang berteriak-teriak dari jendela mereka.

Kondisi mengerikan tersebut sebelumnya pernah terjadi di Shanghai, rumah bagi 20 juta penduduk, pada awal tahun ini ribuan penduduk memposting hal yang sama.

Namun berbeda dengan Shanghai, penguncian keras di kota-kota kecil seperti Ghulja kurang mendapat perhatian hingga saat ini.


Di bawah strategi nol-COVID China, puluhan juta atau orang mengalami penguncian bergilir, melumpuhkan ekonomi dan ketidakpastian masa depan.

 

Pada konferensi pers, gubernur setempat meminta maaf atas kekurangan tanggapan dari pemerintah dan menjanjikan perbaikan.

Namun keluhan di media sosial yang menyebar kerap dibungkam, di sensor dan dihapus oleh otoritas China.


Pada Senin, polisi mengumumkan penangkapan terhadap enam orang yang memposting tentang penguncian, dan kabar seorang anak yang meninggal  karena bunuh diri, yang menurut polisi adalah hasutan dan mengganggu ketertiban sosial.


Pemerintah China menghindari informasi negatif dan sebagai gantinya melalui media pemerintah mereka menyebarkan hal positif , dengan memperlihatkan video orang dewasa yang tersenyum dan anak-anak yang bahagia di lingkungan penguncian.


Dalam beberapa pekan terakhir penguncian massal dan penguncian distrik  berlaku di kota-kota di seluruh China. Mulai dari Sanya di pulau tropis Hainan hingga barat daya Chengdu, hingga kota pelabuhan utara Dalian.***

Editor: M Hilman Hudori

Sumber: AP News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah