Sibuk Ngurus Ukraina, Inggris Terancam Runtuh dengan Kemenangan Partai Nasionalis Irlandia Utara Sinn Fein

- 11 Mei 2022, 13:41 WIB
Sibuk Ngurus Ukraina, Inggris Terancam Runtuh dengan Kemenangan Partai Nasionalis Irlandia Utara Sinn Fein
Sibuk Ngurus Ukraina, Inggris Terancam Runtuh dengan Kemenangan Partai Nasionalis Irlandia Utara Sinn Fein /instagram/@discoverni
 
MEDIA PAKUAN - Irlandia Utara adalah wilayah termiskin di Inggris Raya, dimana selama beberapa dekade telah terjadi perang saudara antara umat Katolik yang merupakan nasionalis, atau kaum hijau warna tradisional pulau itu. 
 
Nasionalis ingin penyatuan kembali dengan Irlandia dan sementara Umat Protestan yang biasa disebut unionis atau oranye, mengenang penguasa Belanda William dari Orange, yang menjadi raja Inggris setelah mengalahkan raja Katolik terakhir, James II. ingin tetap menjadi bagian dari Britania Raya.
 
Sejarawan Irlandia Brian Henley mengulas demografis, dimana kekuasaan di kawasan itu berada di tangan Unionis atas bantuan London. Irlandia Utara dibentuk sebagai negara serikat dengan mayoritas anggota serikat pekerja.  
 
 
Untuk menghentikan pertumpahan darah pada tahun 1998, dibuatlah Perjanjian Jumat Agung, yang menjamin umat Katolik Irlandia mempertahankan ikatan dengan Irlandia, dan memberi mereka hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan Irlandia Utara.
 
Sejak itu Parlemen Stormonte, diperintah oleh dua perdana menteri yaitu Menteri Pertama dan Wakil Menteri Pertama, yang diwakili partai Unionis dan Nasionalis.
 
Yang terbesar dari dua faksi ini mengambil jabatan Menteri Pertama, dan yang kedua adalah Wakil Menteri Pertama.
 
Baca Juga: Nelayan Sukabumi Hilang di Pantai Istana Presiden ketika Melaut Malam Hari

Walaupun Unionis tidak puas, namun sejak berakhirnya Perjanjian Jumat Agung, merekalah yang menduduki jabatan menteri pertama. 
 
Situasi kemudian berubah dalam pemilihan 5 Mei 2022, partai nasionalis Sinn Féin kaum katolik memenangkan 29% suara dan mengambil 27 kursi di Parlemen Irlandia Utara. 
 
Sementara Partai Persatuan Demokratik (DUP) dari kaum protestan, hanya berhasil memperoleh 21% suara dan hanya memiliki 25 kursi. 
 
 
Hasil tersebut menempatkan Sinn Féin, Michelle O'Neill untuk menjadi menteri pertama. Setelah satu abad, sejak 1921 - sejak didirikannya Irlandia Utara - Unionis dari protestan selalu memerintah wilayah tersebut.

Para ahli mencatat kemenangannya dengan banyak faktor - dengan agenda sosial yang digunakan secara aktif, dengan perpecahan di dalam gerakan serikat pekerja. 
 
Dalam pemilihan terbaru ini demografi berubah, pada sensus tahun ini di Irlandia Utara untuk pertama kalinya. jumlah umat Katolik melebihi jumlah Protestan.
 

Jika  dipisahkan secara geografis berdasarkan peta pemilihan, maka Sinn Féin menang di wilayah selatan Irlandia Utara, sementara wilayah utara tetap dengan Unionis.
 
Ahli mengatakan bahwa apa yang terjadi di Skotlandia bisa terjadi di Irlandia Utara kemudian meninggalkan Inggris dan bersatu dengan Irlandia.
 
Hukum Inggris menyatakan untuk memiliki sekretaris negara, Irlandia Utara harus mengadakan referendum dengan dukungan  mayoritas.
 
 
Sementara itu kelompok ketiga yang meraih kemenangan di parlemen yaitu partai  Aliansi yang mendapatkan suara dari pemilih yang harmoni antar komunal. 
 
Mereka bukan pihak  hijau atau oranye,  tetapi mereka disebut dengan kelompok biru, yang pro kepada Eropa, dan hanya memungkinkan ini jika bergabung dengan Irlandia.
 
 
Jika mereka menginginkannya akan menciptakan kemungkinan kehadiran mayoritas. Ironisnya pembentukan serikat elektoral ini, yang bisa membahayakan London, dan faktanya selama ini Aliansi mendapatkan bantuan besar London dan Unionis Irlandia Utara 
 
Dalam perjanjian Brexit, Inggris menandatangani Protokol Irlandia Utara, dimana dari sudut pandang ekonomi tetap berada di bidang hukum Uni Eropa, dan perbatasan pabean akan melewati Laut Irlandia. Ini berarti Irlandia Utara secara ekonomi ditarik ke Irlandia.
 
Revolusi Brexit telah memakan pagar, dimana DUP adalah satu-satunya partai besar di Inggris yang sepenuhnya mendukung Brexit.  Yang menyebabkan jatuhnya Theresa May dan membawa Boris Johnson berkuasa di Downing Street. 
 

Inggris yang tidak mau kehilangan Irlandia Utara dan mempertahankan kendali atas Unionis, berusaha menyelesaikan masalah dengan cara tradisionalnya yaitu pemerasan dan ancaman mengabaikan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
 
Rumor beredar setelah gagal mendorong UE untuk merevisi Protokol Irlandia Utara, mereka berencana secara sepihak untuk mengabaikan perjanjian dengan meninggalkan perbatasan Laut Irlandia dan memindahkan bea cukai dari pelabuhan Irlandia Utara ke perbatasan Irlandia.

Jika London nekat melakukannya, mengingkari Perjanjian Jumat Agung, hubungan dengan Uni Eropa memburuk, terjadinya gelombang separatisme Katolik yang berubah menjadi kekerasan,yang bisa memicu konflik sipil dan perang.***

Editor: Adi Ramadhan

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x