Butuhkan Kucuran Dana, PBB Bantu Penanganan Konflik Yaman

- 13 Januari 2022, 09:00 WIB
Ilustarasi PBB.
Ilustarasi PBB. /Pixabay/edgarwinkler

MEDIA PAKUAN - PBB akan membutuhkan 3,9 miliar dolar sebagai bantuan untuk warga Yaman yang sedang dilanda perang saudara pada saat ini.
 
Perang saudara di Yaman bermula di tahun 2014 lalu, di saat pasukan Houthi merebut ibukota Sanaa yang membuat Arab Saudi harus turun tangan untuk menopang pemerintahan di Yaman.
 
Hal itu, seperti yang dikatakan oleh Asisten Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Wakil Koordinator Bantuan Darurat, Ramesh Rajasingham bahwa “kendala terbesar saat ini adalah pendanaan” katanya pada Rabu, 12 Januari 2022.
 
 
Dana tersebut akan digunakan untuk membantu sekitar 16 juta orang di Yaman, ketika perang saudara telah berkecamuk selama lebih dari tujuh tahun yang membuat krisis ekonomi di negaranya.
 
“Saya meminta semua donor untuk mempertahankan, dan jika mungkin, meningkatkan dukungan (bantuan untuk) mereka tahun ini,” ujar Ramesh.
 
Pendanaan telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, tambahnya. Pada rencana respons tahun lalu PBB hanya didanai sebesar 58 persen dan dengan Program Pangan Dunia PBB pada bulan Desember mengumumkan telah terjadi pemotongan anggaran bantuan untuk delapan juta orang di Yaman.
 
 
"Program vital lainnya, termasuk air, perlindungan dan layanan kesehatan reproduksi, juga terpaksa dikurangi atau ditutup dalam beberapa pekan terakhir karena kekurangan dana,” kata Ramesh.
 
Selain program dana bantuan, akses kemanusiaan dan keamanan di sana pun menjadi faktor hambatan utama dalam memberikan bantuan.
 
Di hari yang sama, PBB juga mengatakan bahwa pihak-pihak yang bertikai telah mempercepat upaya untuk mengklaim kemenangan di medan perang.
 
 
Hans Grundberg yang merupakan utusan Sekjen PBB untuk Yaman mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa pihak-pihak dalam konflik telah “menggandakan opsi militer”.
 
Selama 7 tahun konflik perang saudara di Yaman "kepercayaan yang berlaku dari semua pihak yang bertikai tampaknya. Menimbulkan kerugian yang cukup (besar) pada pihak lain (yang) akan memaksa mereka untuk tunduk. Namun, tidak ada solusi jangka panjang yang berkelanjutan yang dapat ditemukan di medan perang, ” ucap Hans.
 
Hans juga menyatakan bahwa negara itu "memasuki siklus eskalasi dengan implikasi menghancurkan yang dapat diprediksi bagi warga sipil dan untuk prospek perdamaian segera".
 
Sebuah laporan PBB memperkirakan, perang tersebut telah menewaskan 377.000 orang pada akhir tahun 2021, secara langsung maupun tidak langsung melalui dampak dari perang teesebut.***

Editor: Adi Ramadhan

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x