Selain Kangkung Amerika Serikat, Melarang Makanan Ini untuk Dikonsumsi Warganya

31 Oktober 2021, 13:14 WIB
Selain Kangkung Amerika Serikat, Melarang Makanan Ini untuk Dikonsumsi Warganya /@juli3sdiary/

MEDIA PAKUAN - Masyarakat Indonesia sudah tak asing lagi dengan sayuran ini, ya menu cah kangkung merupakan salah satu hidangan favorit orang Indonesia, karena kelezatan dan gizi yang terkandung di dalamnya.

Meskipun kaya akan berbagai nutrisi penting, kangkung atau bayam air merupakan jenis sayuran yang rendah kalori.

Dalam secangkir kangkung yang sudah disiangi (kira-kira 56 g), Anda bisa memenuhi 70% kebutuhan vitamin A harian serta 51% kebutuhan vitamin Charian.

Baca Juga: Pasutri Lakukan Hal Terlarang di Depan Masjid Nabawi Arab Saudi, TKI: Tuh Liat Sama Orang Dielus-elus

Namun berbeda dengan negara Amerika Serikat, sayuran Kangung ini dianggap berbahaya jika dikonsumsi.

Di bawah wewenang undang-undang dari Federal Noxious Weed Act, Layanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Tanaman USDA (APHIS) melarang penjualan dan pembelian tanaman ini.

Kecuali dapat izin yang dikeluarkan oleh USDA. Pasalnya mereka beranggapan Kangkung berada dalam daftar gulma federal yang berbahaya karena gulma yang terbentuk dari air tawar di iklim tropis.

Baca Juga: Lihat Gadis Arab Saudi Berenang di Pantai Terbuka, TKI: Banyak Wanita yang Mandi Saya Takutnya Gak Boleh

Gulma sendiri biasalebih dikenal dengan sebutan hama. Bahkan untuk membeli bibitnya saja, harus memiliki ijin valid dari APHIS, apalagi untuk menumbuhkan tanamannya harus ada izin membeli bibit di perusahaan yang memiliki ijin valid untuk menjual bijinya.

Hal itu diungkapkan langsung oleh United States Department of Agriculture (USDA), departemen yang bertanggung jawab soal pertanian di Amerika Serikat. USDA mengawasi dan melarang kangkung dan sejenisnya dipasarkan di Amerika Serikat.

Selain itu di Amerika Serikat ada Jenis-jenis sayuran dan umbi-umbian yang dilarangnya dikonsumsi langsung tanpa pengolahan.

Baca Juga: Setelah Liburan ke Turki, Lesti Kejora dan Rizky Billar Mendapat Hadiah dari Pedangdut Siti KDI

1. KETELA ATAU SINGKONG

Amerika Selatan dan sebagian Asia, ketela jadi sumber kalori paling penting ketiga setelah jagung dan beras

Namun berbeda dengan Amerika serikat, bahan makanan pokok ini dianggap bisa beracun jika tidak diolah dengan benar.

Profesor Neorology Amerika Serikat Peter Spencer berkata, tanaman ini mengandung racun hidrogen sianida dan perlu regulasi ketat terkait proses pengolahan dan produksi untuk mengurangi kadar racunnya.

Baca Juga: Dadar Gulung Pisang Coklat, Cemilan Nikmat Enak di Santap saat Musim Penghujan

Biasanya ketela dikonsumsi negara-negara berkembang dan miskin. Namun jika negara itu sangat miskin dan tak punya waktu untuk mengolahnya, lalu anda bisa sakit," katanya.

Memproses ketela meliputi fermentasi, pengupasan, pengeringan dan dimasak untuk menghilangkan racun.

Memakannya dalam keadaan mentah atau tanpa pemrosesan, lanjut Peter, berati makan sianida yang mana bisa berpengaruh pada hormon tiroid dan merusak sel saraf otak yang berhubungan dengan gerakan. Racun dalam umbi juga bisa mengakibatkan kelumpuhan.

Gangguan saraf yang berakibat pada kelumpuhan atau disebut konzo punya prevalensi yang tinggi di beberapa negara berkembang termasuk Republik Kongo. Di sana, kekeringan, kelaparan dan konflik meningkatkan kemungkinan orang mengonsumsi tanaman tanpa diproses.

Baca Juga: Cacingan Sembuh dengan Konsumsi Herbal Sidaguri, Inilah Caranya!

2. TEBU

Tanaman tebu sebenarnya tidak berbahaya untuk dimakan, tapi jika dibiarkan terlalu lama, akibatnya tidak akan 'manis' lagi.

Makan tebu berjamur atau terlalu lama disimpan beresiko meracuni berkat jamur yang tumbuh pada tanaman ketika tebu disimpan lebih dari beberapa bulan.

"Jika jamur termakan anak-anak, itu bisa berakibat pada kematian atau penyakit saraf seumur hidup," kata Peter. Racun ini berbahaya untuk semua usia, walau anak-anak dan remaja umumnya jadi korban racun.

Jamur bernama artbrinium memproduksi racun yang bisa mengakibatkan muntah-muntah, kejang-kejang dan koma.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Tags

Terkini

Terpopuler