MEDIA PAKUAN - Sebuah pernyataan mengejutkan dari salah satu peretas atau hacker yang tidak dikenal menghebohkan China.
Ia mengklaim memiliki data satu miliar orang China setelah membobol database kepolisian Shanghai.
Para pakar menyebut pembobolan sebagai pelanggaran keamanan siber terbesar dalam sejarah negara itu.
Baca Juga: YouTube Disebut-sebut akan Mengalami Kebangkrutan yang Mirip dengan Myspace
Dalam sebuah postingan anonim pekan lalu, kelompok atau seseorang yang mengklaim pembobolan data itu menawarkan untuk menjual 23 terabyte data curian dari database, termasuk nama, alamat, tempat kelahiran, ID nasional, nomor telepon, dan informasi kasus kriminal
Dalam sebuah postingan anonim pekan lalu, kelompok atau seseorang yang mengklaim pembobolan data itu menawarkan untuk menjual 23 terabyte data curian dari database, termasuk nama, alamat, tempat kelahiran, ID nasional, nomor telepon, dan informasi kasus kriminal
Diketahui peretas tak dikenal itu telah meminta sejumlah dana dalam bentuk 10 bitcoin, yang bernilai senilai sekitar $200.000 atau sekitar Rp 3 miliar
Spekulasi tentang kredibilitas klaim tersebut dan bagaimana hal itu bisa terjadi menjadi sorotan di China.
Zhao Changpeng, pendiri dan Chief Executive Officer pertukaran cryptocurrency Binance, mengatakan perusahaannya telah meningkatkan prosedur verifikasi untuk pengguna yang berpotensi terpengaruh.
Perusahaan itu mendeteksi pelanggaran terhadap satu milyar data penduduk dari satu negara Asia, tanpa merincikannya dengan jelas.
Hingga saat ini belum jelas bagaimana peretas mendapatkan akses ke server polisi Shanghai. Namun salah satu teori beredar secara online di kalangan pakar keamanan siber yang mengatakan bahwa pelanggaran tersebut melibatkan cloud pihak ketiga.
Alibaba Group Holding Ltd, Tencent Holdings Ltd dan Huawei Teknologi Co adalah salah satu layanan cloud eksternal terbesar di negara ini. ***