Melampaui Batas Aman! Utang Indonesia Jatuh Tempo Lima Tahun Mendatang

- 24 Juni 2021, 11:57 WIB
Melampaui Batas Aman! Utang IndoneMelampaui Batas Aman! Utang Indonesia Jatuh Tempo Lima Tahun Mendatangsia Jatuh Tempo Lima Tahun Mendatang
Melampaui Batas Aman! Utang IndoneMelampaui Batas Aman! Utang Indonesia Jatuh Tempo Lima Tahun Mendatangsia Jatuh Tempo Lima Tahun Mendatang /Ilustrasi Pixabay/

MEDIA PAKUAN - Hingga pertengahan tahun 2021 ini rasio utang luar negeri pemerintah Indonesia terus mengalami peningkatan jika dibandingkan denga tahun-tahun sebelumnya.

Sebelumnya utang pemerintah juga terjadi peningkatan dari 30,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019 menjadi 39,4 persen dari PDB pada tahun 2020.

Peningkatan utang yang hampir sepuluh persen dalam satu tahun tersebut akibat terjadinya defisit keuangan negara yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Jika dibandingkan antara kewajiban bunga dengan cicilan terhadap penerimaan ekspor berada pada posisi 27,86 persen, dari batas aman yang seharusnya 20 persen.

Diukur berdasarkan pendekatan Debt to Service Ratio (DSR), dan jika dilihat Debt to GDP Ratio, total utang terhadap PDB sudah mencapai 39,7 persen dari batas aman 40 persen.

Menanggapi hal ini anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mempertanyakan grand design pemerintah dalam menghadapi profil utang luar negeri yang akan jatuh tempo pada 5 hingga 15 tahun mendatang.

Ia mengatakan, saat ini kondisi yang semakin sulit, terlebih penerimaan negara yang terus mengalami kontraksi, sumber-sumber ekonomi baru masih bersifat wacana.

"Kalau kita terus keluarkan obligasi internasional tanpa pengurangan pinjaman, khawatir Indonesia mengalami kebangkrutan atau salah pengelolaan," katanya seperti dikutip dari rilis DPR pada Kamis, 24 Juni 2021.

Lebih lanjut Kamru mengungkapkan, pemerintah memiliki tiga struktur pinjaman luar negeri, yang terdiri dari pinjaman luar negeri milik pemerintah, pinjaman luar negeri BUMN, dan pihak swasta.

Ia menilai ketiganya perlu dikompilasi dalam sebuah strategi kebijakan agar bisa menata kembali skenario pinjaman utang luar negeri pemerintah dan BUMN dengan sektor swasta.

Seharusnya obligasi internasional cukup dilakukan jika diperlukan untuk pembiayaan yang sifatnya memenuhi kewajiban valas saja, atau hanya untuk menambah cadangan devisa.

"Kita perlu menghindari crowding obligasi pasar domestik. Komitmen-komitmen itu bisa dilakukan jika ada upaya bersama dari stakeholder nasional, khususnya Kementrian Keuangan," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menekankan perlu adanya sinergi kebijakan fiskal dengan sektor riil guna mempertahankan keberlangsungan fiskal tetap terjaga.

Pasalnya sampai dengan saat ini DSR memperlihatkan pemanfaatan utang luar negeri pemerintah yang masih menggerakan sektor riil, khususnya kegiatan ekspor.

"Pengelolaan utang masih cukup terjaga. Perkembangan utang hari ini adalah 39,4 persen terhadap PDB, ini masih di bawah yang masih dimungkinkan undang-undang terkait keuangan negara," ujarnya.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Sumber: DPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah