UTANG INDONESIA MAKIN CEMAS! Utang Luar Negeri Tembus Capai 6.164 Triliun, PKS: Pemerintah Gagal

- 4 Mei 2021, 15:30 WIB
Ilustrasi Utang Negara.
Ilustrasi Utang Negara. /Pixabay/PublicDomainPictures



MEDIA PAKUAN - Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) utang luar negeri Indonesia per akhir Februari 2021 mencapai 422,6 miliar dollar AS atau setara Rp6.164,46 triliun.

Jumlah utang luar negeri Indonesia yang tembus angka Rp6.164,46 per akhir bulan Februari 2021 ini berdasarkan kurs sebesar Rp14.587 per dolar AS.

Jumlah ini naik empat persen dan lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan utang luar negeri Indonesia semakin membengkak.
 
 
 
Baca Juga: DPRD Kota Sukabumi Sahkan Raperda Pengelolaan Sampah, Ini Perubahan Sejumlah Pasal

Kendati defisit merupakan langkah yang normal pada saat resesi, namun diperlukan kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit yang terus terjadi tersebut.

Pasalnya sebagian besar defisit APBN dibiayai oleh utang luar negeri, yang artinya defisit akan semakin lebar dan utang negara akan semakin besar.

Pelebaran defisit timbul akibat tingginya anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Terinvetarisi hingga akhir 2020 tercatat Rp579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu sejumlah Rp695,2 triliun.
 

Hal tersebut dinilai akan merugikan negara, lantaran utang yang sudah ditarik tidak maksimal dalam pemanfaatannya untuk penyelamatan ekonomi nasional.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyebut pihaknya sudah sering kali mengingatkan pemerintah terkait utang negara yang makin membengkak.

Anis mengatakan, jangankan mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen, kenyataannya adalah defisit APBN melebar, utang melambung dan pemerintah gagal membelanjakan utang.

"2019 terjadi pelebaran defisit fiskal dari 2,2 persen menjadi 6,3 persen tahun 2020. dan diperkirakan masih akan defisit sebesar 5,7 persen di tahun 2021," katanya seperti dikutip dari rilis DPR pada Selasa, 4 Mei 2021.

Politisi PKS menyebut utang harus digunakan dengan tepat untuk memaksimalkan pertumbuhan, tapi Pemerintah gagal membelanjakan utang tersebut.

"Hal ini terlihat dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) selama 5 tahun terakhir yang mencapai Rp10 triliun hingga Rp30 triliun setiap tahunnya," ujarnya.

Menurut Anis, pada saat primary balance negative, artinya pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang.

"Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama, tentu hal ini bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia," pungkasnya.***





 

Editor: Ahmad R

Sumber: DPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x