Ekonomi Myanmar Makin Runtuh, Militer Tetap Fokus Membantai?

- 18 Maret 2021, 15:30 WIB
Kudeta Myanmar
Kudeta Myanmar /Reuters/

MEDIA PAKUAN - Sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu, kondisi ekonomi Myanmar kini makin runtuh.

Meski begitu, militer masih tampak belum mau mundur dan tetap fokus membantai para pengunjuk rasa yang menentang kudeta.

Selain perkara ekonomi, layanan internet pun kini semakin terbatas di Myanmar.

Baca Juga: Kebijakan Presiden AS Joe Biden Terhadap China, Biden Pasang Sikap Keras

Namun semua kesulitan nampaknya tidak bisa meluluhkan para junta militer yang mengajukan kudeta pada pemimpin Aung San Suu Kyi.

Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan, hingga kini jumlah total kematian pengunjuk rasa yang terdata sejak awal kerusuhan kudeta pada 1 Februari mencapai 217 orang. Tapi jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Berbagai negara barat memang telah mengecam aksi kekerasan militer Myanmar ini, dan Badan pangan PBB pun telah mempresiksi bahwa hal ini akan mengakibatkan ekonomi runtuh dan kesulitan untuk banyak orang.

Baca Juga: Inggris Tambah Stok Hulu Ledak Nuklir Lebih dari 40 Persen, Boris Johnson: Rusia Ancaman Paling Akut

"Apa pun yang terjadi di Myanmar dalam beberapa bulan mendatang, ekonomi akan runtuh, menyebabkan puluhan juta orang dalam kesulitan dan membutuhkan perlindungan segera,"

Sementara itu, pasukan keamanan Myanmar masih dalam ambisinya, berfokus membasmi para penentang kudeta di Yangon dan beberapa tempat lain.

Suara Demokratik Burma melaporkan pada hari Kamis, 18 Maret 2021, ribuan orang berbaris di kota kecil natmauk. Namun pada laporan tersebut tidak ada kekerasan.

Baca Juga: DIKAWAL KETAT! 22 Tersangka Teroris Tiba di Jakarta, Densus 88 Bersenjata Evakuasi di Bandara Soekarno Hatta

Portal berita Irrawaddy dan Myanmar Now melaporkan, seorang juru kampanye berumur 24 tahun meninggal pada hari rabu setelah ditahan dan dipukuli oleh pihak keamanan Myanmar di pusat kota Monywa.

Penyiksaan kepada pengunjuk rasa myanmar hingga meninggal sering terjadi. Kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa mengatakan pada minggu ini, hal tersebut "sangat menyedihkan." ***

Editor: Siti Andini

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah