pembantu.
Rasulullah bersabda;
ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ -فذكر منهم- وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبَهَا، وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيْمَهَا، ثُمَّ أَعْتَقَهَا، فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ
“Tiga orang yang mendapatkan dua pahala – lalu beliau menyebutkan mereka, diantaranya – dan seorang yang memiliki budak wanita lalu mendidiknya dengan pendidikan yang bagus dan mengajarkannya dengan pengajaran yang baik, kemudian membebaskannya lalu menikahinya maka ia mendapatka dua pahala.”
(HR: al-Bukhari).
Lima, larangan mendoakan keburukan pembantu.
Dan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata:” Rasulullah bersabda:
اَ تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى خَدَمِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ؛ لاَ تُوَافِقُوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً فَيُسْتَجَابُ لَكُمْ). رواه مسلم
Janganlah kalian mendoakan keburukan (laknat) menimpa dirimu, janganlah kalian mendoakan keburukan menimpa anak-anakmu, janganlah kalian mendoakan keburukan menimpa pembantu-pembantumu, janganlah kalian mendoakan keburukan menimpa hartamu, agar doa kalian tidak bersamaan dengan waktu dikabulkannya doa dari Allah sehingga doa keburukan itu dikabulkan’.
(HR: Muslim).
Enam, memaafkan kesalahan pembantu.
Nabi juga berpesan kepada para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum agar memaafkan kesalahan dan perilaku buruk para pembantu dan budak mereka. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
( جاء رجل إلى النبي – صلى الله عليه وسلم – فقال: يا رسول الله كم نعفو عن الخادم؟ فصمت، ثم أعاد عليه الكلام فصمت، فلما كان في الثالثة قال: اعفوا عنه في كل يوم سبعين مرة )( أبو داود)
“Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata:
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berapa kali kita memaafkan (kesalahan) pembantu?” Lalu beliau pun diam. Kemudian orang itu mengulang perkataannya. Dan Nabi pun masih terdiam. Lalu yang ketiga kalinya beliau bersabda:” Maafkanlah dia (pembantu) setiap hari tujuh puluh kali.”
(HR. Abu Dawud).
7. Tujuh, memberi makan dan pakaian yang baik.
Nabi memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada budak dan pembantu, untuk tidak menghina mereka, dan bahkan beliau memerintahkan kita untuk memberi makan dan pakaian kepada budak dan pembantu dari jenis makanan dan pakaian yang dipakai oleh majikannya. Dari Ma’rur bin Suwaid berkata:
(لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ حُلَّةٌ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ -خدمكم وعبيدكم- جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ)( البخاري)
Aku bertemu Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu di Rabdzah, saat itu ia mengenakan pakaian dua lapis, begitu juga pembantunya, maka aku tanyakan kepadanya tentang itu, maka dia menjawab:”
Aku dahulu menghina seseorang dengan cara menghina ibunya, maka Nabi menegurku: “Wahai Abu Dzar apakah kamu menghina dia dengan (mencela) ibunya?
Sesungguhnya kamu masih memiliki (sifat) jahiliyyah. Saudara-saudara kalian adalah budak dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah tangan (kekuasaan) kalian.
Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya (kekuasaannya), hendaklah ia memberinya makanan dari apa-apa yang dia makan, memberinya pakaian dari jenis pakaian apa yang dia pakai, dan janganlah kalian membebani (memberi tugas) mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.”
(HR. al-Bukhari).
Rasulullah ﷺjuga bersabda:
لِلْمَمْلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ مَا لاَ يُطِيْقُ
“Bagi budak (hamba sahaya) ada hak mendapat makanan dan pakaian yang pantas, dan tidak boleh diberikan beban pekerjaan yang tidak mampu dilakukannya.”
Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu (pelayan) Rasulullah mengisahkan kepada kita tentang kasih sayang dan wasiat amali (wasiat/pesan yang berbentuk praktek) beliau kepada para pembantu. Dia radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا فَأَرْسَلَنِي يَوْمًا لِحَاجَةٍ فَقُلْتُ: وَاللَّهِ لَا أَذْهَبُ وَفِي نَفْسِي أَنْ أَذْهَبَ لِمَا أَمَرَنِي بِهِ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجْتُ حَتَّى أَمُرَّ عَلَى صِبْيَانٍ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي السُّوقِ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَبَضَ بِقَفَايَ مِنْ وَرَائِي قَالَ: فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقَالَ: يَا أُنَيْسُ أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ؟ قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ أَنَا أَذْهَبُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنَسٌ: وَاللَّهِ لَقَدْ خَدَمْتُهُ تِسْعَ سِنِينَ مَا عَلِمْتُهُ قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا أَوْ لِشَيْءٍ تَرَكْتُهُ هَلَّا فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا ( مسلم )
”Rasulullah adalah orang yang paling indah budi pekertinya. Pada suatu hari beliau menyuruhku untuk suatu keperluan. Maka aku berkata:”
Demi Allah, aku tidak mau pergi (seolah-olah Anas tidak mau melakukan perintah Rasulullah , namun hal itu terjadi karena beliau masih kecil), akan tetapi dalam hatiku aku bertekad akan pergi untuk melaksanakan perintah Nabi kepadaku.” Lalu aku pun pergi, hingga aku melewati beberapa anak yang sedang bermain-main di pasar. Tiba-tiba Rasulullah memegang tengkukku (leher bagian belakang) dari belakang. Dia (Anas) berkata:”
Lalu aku menengok ke arah beliau, dan beliau tersenyum. Lalu kata beliau:” Wahai, Anas kecil! Sudahkah engkau melaksanakan apa yang aku perintahkan?” AKu menjawab:” Ya, saya akan pergi untuk melaksanakannya ya Rasulullah..” Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:”
Demi Allah, sembilan tahun lamanya saya membantu Rasulullah, aku tidak pernah mengetahui beliau menegur saya atas apa yang aku kerjakan dengan ucapan:” Mengapa kamu melakukan begini dan begitu.” ataupun terhadap apa yang tidak aku kerjakan, dengan perkataan:” Kenapa tidak kamu lakukan begini dan begini.”
Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah hidup bersama Rasulullah di rumah beliau. Ia senantiasa membantu beliau dan mengurusi keperluan-keperluan beliau. Sehingga sampai kabar kepada bapaknya (bapak Zaid) tentang keberadaan Zaid bersama Rasulullah.
Maka ia pun bergegas dengan segera menemuinya, dan meminta dari Nabi agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya. Maka Nabi melihat Zaid radhiyallahu ‘anhu dan berkata:
( إن شئت فأقم عندي، وإن شئت فانطلق مع أبيك،
“Kalau kamu mau, engkau boleh tinggal bersamaku dan jika kamu mau, maka pergilah bersama bapakmu.”
Maka ia berkata:
بل أقيم عندك ( الطبراني )
“(Tidak wahai Rasulullah ) Akan tetapi aku ingin tinggal bersamamu.”
(HR. ath-Thabrani).
Maka Zaid radhiyallahu ‘anhu lebih memilih tinggal bersama Rasulullah sekalipun sebagai seorang budak, dibandingkan kembali bersama bapaknya sebagai orang merdeka. Hal itu karena apa yang ia lihat dari Nabi berupa perlakuan yang baik, dan kebagusan akhlak Nabi .
Demikianlah akhlak mulia nabi kepada para budak dan pembantunya. Semoga ini menjadi tauladan kita Bersama.
Wallahu 'alam bish shawab.***