Lisung di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi Bisa Mengamuk, Ini Penyebabnya

16 September 2020, 10:33 WIB
Peragaan Lisung Ngamuk di Ponpes Al Fath Kota Sukabumi /

MEDIA PAKUAN-Sebuah lisung yang disimpan di Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi yang konon peninggalan dari zaman Kerajaan Pajajaran bisa mengamuk seperti memiliki kekuatan.

Bahkan, meski dipegang oleh banyak orang berbadan besar dan kekar tetapi tempat untuk menumbuk padi itu tetap tidak bisa dikendalikan dan orang yang memegangnya pun bisa terpental.

Banyak pertanyaan kenapa lisung yang terbuat dari kayu ini bisa ngamuk ini penjelasan pencipta seni budaya tersebut yakni KH Fajar Laksana yang merupakan pimpinan Ponpes Dzikir Al-Fath Sukabumi.

Baca Juga: Ramuan Herbal Biosin 36 dan Anticor Karya Ponpes Al-Fath Mampu Tangkal Penularan COVID-19

Menurutnya, kesenian ngagotong (menggotong) lisung merupakan kesenian yang ditampilkan untuk menyambut tamu agung (tamu kehormatan), seperti para pejabat, tokoh dan publik Figur.

Lalu kenapa lisung ini bisa ngamuk?. Ia menjelaskan bahwa lisung ini adalah gambaran kehidupan sebuah negara, Dalam Lisung tersebut terdapat tiga lobang di bagian depan, tengah dan belakang.

Masing-masing lubang menggambarkan sebuah kekuatan seperti yang di depan namanya Sanghiyang Agung menggambarkan kekuatan dari Allah SWT.

Baca Juga: Ini Sosok Hantu Lasmi, Kuntilanak Merah Penunggu Jalan Wastukencana Bandung

Lobang ini merupakan yang paling besar dibandingkan dengan lainnya yang menggambarkan bahwa dalam sebuah kehidupan bernegara kekuatan Allah SWT lah yang sangat besar.

Lobang kedua disebut Batara Sungki ini menggambarkan kekuatan pemimpin dan yang ketiga namanya dinamakan lobang panjanan dengan menggambarkan kekuatan rakyat.

Selain itu dalam kesenian Ngagotong Lisung ini biasanya dibawa oleh Ki Lengser dengan menggunakan tali pengikat sambil membawa sebuah tongkat yang menggambarkan Halu atau dalam Bahasa Sunda disebut Lulumpang.

Baca Juga: Kisah Artis Mona Fandey Seorang Kanibal Asal Malaysia

Fungsi dari tali pengikat ini merupakan simbol peraturan berbangsa dan bernegara kalau di Indonesia berarti undang-undang.

Kemudian halu adalah akronim dari haluan dan Lulumpang artinya leuleumpang/ngaleumpangkeun atau berjalan/menjalankan.

Untuk menjalankannya, lisung ini dibawa oleh empat orang yang mengisi empat sudut. Ini menggambarkan empat pilar kebangsaan yaitu NKRI, Undang-Undang Dasar, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga: Akhirnya Rizki Febian Berhasil Gaet Anya Geraldine

Sehingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu harus ada tiga kekuatan yang harus bersatu dan selaras yaitu kekuatan Sanghiyang Agung Kekuatan dari Allah SWT, kekuatan Batara Sungki kekuatan pemimpin yang adil dan kekuatan Panjanan kekuatan rakyat yang sejahtera.

Maka Lisung atau negara akan aman, damai, tentram dan sejahtera. Apabila tiga kekuatan itu menyatu dan dikendalikan oleh tali peraturan yaitu undang-undang selanjutnya untuk menjalankannya harus ada haluan atau tujuan yang akan dicapai dengan ditopang empat pilar kebangsaan.

Fajar menerangkan bahwa apabila lisung ini dicopot talinya maka akan mengamuk yang menggambarkan sebuah negara yang tidak memiliki peraturan dan haluan atau tujuan maka akan goyah dan kacau.

Baca Juga: Ini Tips Pimpinan Ponpes Al-Fath Sukabumi KH Fajar Laksana Cegah COVID-19

"Lisung ini mengapa bisa mengamuk, karena lisung ini menggambarkan filosofi berbangsa dan bernegara, sebab jika suatu negara tidak punya peraturan dan haluan maka akan kacau," jelasnya.

Kesenian yang dikembangkan Museum Prabu Siliwangi di Pesantren Dzikir Al-Fath Kota Sukabumi saat ini sudah menjadi ikon dan akan dipertunjukan untuk menyambut tamu dan acara lainnya. (Ujang Tanalaksana)

Editor: Toni Kamajaya

Tags

Terkini

Terpopuler