Sidang Isbat dilaksanakan di auditorium HM Rasjidi, kantor Kementrian agama.
Dalam sidang Isbat tersebut di hadiri pakar astronomi, yang juga tim unifikasi kalender Hijriah.
Baca Juga: Dibayangi Sanksi AS dan Eropa, Rusia dan India Bahas Pembayaran Alternatif SWIFT Tanpa Dolar
Sidang Isbat tersebut di gelar setelah magrib dan dilakukan setelah menerima laporan dari tim pemantau hilal yang tersebar di 101 titik di Indonesia.
Dalam laporan dari tim tersebut, posisi hilal di Indonesia masih berada di bawah kriteria baru MABIMS yang di tetapkan tahun 2021
Menteri agama mengatakan bahwa dari laporan 101 titik tersebut tidak melihat tanda-tanda adanya hilal, Dan posisi hilal sangat tidak mungkin bisa di lihat.
Baca Juga: Hampir Sebulan, Swedia Melaporkan Pesawat Rusia Langgar Wilayah Udara: Tengah Bertempur Ukraina
"Di Indonesia, posisi h Ramadhan 1443 H terlalu rendah sehingga hilal yang sangat tipis tidak mungkin mengalahkan cahaya syafak(senja) sehingga kemungkinan tidak terlihat," jelas Thomas Djamaluddin, Pakar astronomi dan Tim penanggalan unifikasi kalender Hijriah.
Berdasarkan dua metode yang digunakan yaitu menggunakan metode rukyatul hilal atau menilai posisi hilal dan ke metode hisab.
Dengan posisi tersebut Thomas pun menjelaskan Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomi, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
Sementara itu, posisi bulan si Indonesia tingginya kurang dari dua derajat dan elongasinya kurang dari tiga derajat
Terlebih saat ini hilal tidak terlihat, maka otomatis bulan Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari.
Dan awal Ramadhan 1443H bisa jatuh pada Minggu 3 April 2022, Sementara Sabtu, 2 April 2022, masih terhitung tanggal 30 Syaban 1443 H.
Kementerian Agama tahun ini mulai menggunakan kriteria baru untuk penentuan awal bulan Hijriah.
Kriteria itu mengacu kepada hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada 2021 yang lalu.****