Ternyata Ini Alasan Tiongkok Enggan Akui Joe Biden Sebagai Presiden AS

- 11 November 2020, 17:13 WIB
Bendera Tiongkok
Bendera Tiongkok /glaborde7 / Pixabay


MEDIA PAKUAN - Sampai saat ini Negara Tiongkok belum ingin nyatakan Joe Biden atas kemenangannya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), karena hasil pemungutan suara yang belum ditentukan.

Pernyataan tersebut tejadi akibat masih adanya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Hal ini diamati oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho.

Baca Juga: Belasan Tenaga Medis di Karawang Positif Covid-19

"Apakah perang dagang akan menurun tensinya, saya rasa tidak akan, tetap ada bahkan meningkat, karena salah satu kritik Biden terhadap Trump adalah ketika Trump menandatangani perjanjian fase 1 dengan China," ujarnya seperti dilansir dari RRI.

Dikonfirmasi pada Januari lalu AS dan Tiongkok sempat menekan perjanjian dalam dagang fase pertama. Mereka menyatakan satu poin dalam kesepakatan damai tersebut, Tiongkok setuju membeli barang dari AS senilai kurang lebih 200 miliar dollar.

Terkait hal kedepannya, Andry menyebutkan bahwa tensi akan meningkat karena melalui prediksinya, Biden akan bersekutu dengan negara lain sebagai penetapan perang dagang terhadap Tiongkok.

Baca Juga: Habib Rizieq Sebut Ada Pihak yang Mencoba Menghalanginya Pulang ke Indonesia

"Menetapkan trade war kepada China, kemungkinan besar tensi akan meningkat," tukasnya.

Melansir dari Reuters, awal mula kejadian perselisihan ini terjadi pada 2016 lalu, saat Presiden Tiongkok Xi Jinping mengirim ucapan selamat kepada Trump, sehari setelah pemilihan.

Namun Hubungan antara kedua negara tersebut berada dalam perselisihan terkait teknologi dan perdagangan, Hongkong hingga virus Corona, dan pemerintahan Trump telah memberikan daftar sanksi terhadap Beijing.

Baca Juga: Tukang, Ahli hingga Konsultan Bangunan Dipanggil Mabes Polri Terkait Kebakaran Gedung Kejagung

Sementara Biden diharapkan untuk mempertahankan sikapnya terhadap Tiongkok, dirinya menganggap bahwa Presiden Xi Jinping itu adalah 'Preman', dan ia juga bersumpah untuk memimpin kampenye dalam 'menekan, mengisolasi dam ,menghukum Tiongkok'.

Biden saat ini mengambil tindakan yang lebih terukur dan multiteral pendekatan.

"Kami selalu percaya bahwa China dan Amerika Serikat harus meningkatkan komunikasi dan dialog, mengelola perbedaan atas dasar saling menghormati, memperluas kerja sama atas dasar saling menguntungkan dan mendorong perkembangan hubungan bilateral yang sehat dan stabil," kata Wang dalam pengarahan.

Sebuah tabloid yang diterbitkan oleh People's Daily Partai Komunis yang berkuasa, mengatakan dalam akun twitternya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Serahkan Bintang Mahaputera, Gatot Nurmantyo Tidak Hadir

"China belum memberi selamat kepada Biden atas kemenangannya secepat yang dilakukan negara-negara Barat." ujar Hu Xijin.

menurutnya china harus menjaga jarak yang cukup jauh dari pemilihan presiden AS agar tidak  terlibat dalam permasalahan.

“Saya pikir itu karena China perlu menjaga jarak yang lebih jauh dari pemilihan presiden AS untuk menghindari terlibat dalam kontroversi. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa China menghormati AS secara keseluruhan, ”tambahnya.

Sebelumnya, media pemerintah Tiongkok memberikan nada optimis dalam editorial, ia mengatakan hubungan antara kedua negara tersebut dapat dipulihkan ke dalam keadaan yang lebih terprediksi, tentunya hal ini bermula dari perdagangan diantara kedua negara tersebut.

Baca Juga: Menteri Luar Negeri Dukung Trump Menang di Pilpres AS 2020: Kita Punya Transisi Mulus

Menurut Tiongkok, pengakuannya terhadap Washingtong tidak akan mengurangi tekanan negaranya atas masalah Xinjiang dan Hong Kong, Global Times mengatakan Beijing harus berinteraksi dengan tim Biden.

"Adalah kepentingan bersama orang-orang dari kedua negara dan komunitas internasional bahwa hubungan China-AS menjadi lebih mudah dan terkendali," katanya.

Hal itu dapat memberikan dampak bagus jika terjadi, meningkatkan hubungan dengan Tiongkok bisa dimulai dari perdagangan, dan menghidupkan kembali pembicaraan perdagangan yang sangat penting untuk memulihkan beberapa pemahaman dan kepercayaan.***

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Reuters RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x