Takut Mengancam Kekuasaannya: Umat Islam Tajikistan di Bawah Rezim Sosialis Komunis

- 30 Juni 2024, 14:50 WIB
Takut Mengancam Kekuasaannya: Umat Islam Tajikistan di Bawah Rezim Sosialis Komunis
Takut Mengancam Kekuasaannya: Umat Islam Tajikistan di Bawah Rezim Sosialis Komunis /

MEDIA PAKUAN - Wilayah Tajikistan terletak di Asia Tengah, berdampingan dengan Afganistan di selatan, Republik Rakyat Tiongkok di timur, Kirgistan di utara, dan Uzbekistan di barat. Negara ini dinyatakan resmi berdiri tanggal 5 Desember 1929 sebagai negara kesatuan nasional untuk bangsa Tajik.

Jauh sebelumnya, yakni pada era kekhalifahan Islam, wilayah Tajik dan Asia Tengah lainnya merupakan bagian dari Keamiran Bukhara.

Sementara itu, Bukhara merupakan bagian dari tiga keamiran yang bergabung menjadi Uzbekistan bersama Khiva dan Kokand dan secara keseluruhan menjadi bagian integral dari Khilafah Islam Utsmaniyah yang berpusat di Istanbul Turki.

Sebelum takluk menjadi bagian Khilafah Turki, Tajikistan awalnya adalah bagian dari Daulah Khilafah Abbasiyah, tepatnya di bawah keamiran Dinasti Samaniyah.

Keamiran ini sendiri berdiri sejak pemimpinnya, Saman Khuda, seorang keturunan teokratik Persia yang beragama Zoroaster, masuk ke dalam Islam pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, Bani Umayah, pada 105—125 H/724—743 M.

Baca Juga: 1 Oktober Bukti Sejarah Lahirnya Ideologi Komunis di Indonesia

Dinasti ini memiliki peran yang sangat besar dalam mengukuhkan kekuasaan politik Khilafah di wilayah Asia Tengah, khususnya Tajikistan.

Ibu kota Samarkand dan Bukhara yang ada di wilayah Tajik dan Uzbek tampil sebagai pusat peradaban Islam sebagaimana kota Bagdad yang sempat menjadi ibu kota kekuasaan Khilafah Islam.

Lalu ketika Dinasti Abbasiyah runtuh dan posisi kekhilafahan digantikan oleh Dinasti Utsmaniyah, wilayah ini pun menjadi bagian Khilafah Utsmani.

Pada era 1000-an keturunan terakhir Dinasti Saman Wafat, lalu digantikan oleh Dinasti Al-Ghaznawi yang berpusat di India dan Turki.

Hal ini terus berlangsung hingga pada tahun 1868 wilayah ini berhasil direbut oleh kekaisaran Rusia yang sudah lama memiliki keinginan untuk menjajah wilayah tersebut karena posisi geografis dan geopolitiknya yang sangat strategis.

Baca Juga: Kisah Tragis Habib Umar, Ayahnya Diculik Komunis Saat Shalat Jumat: Kini Jadi Ulama Besar

Sudah berkali-kali Rusia menabuh genderang perang terhadap Utsmani yang kondisinya semakin lemah karena faktor internal dan eksternal.

Namun, baru tahun itulah Rusia berhasil mencaplok banyak wilayah keamiran, termasuk kota penting Samarkand di Uzbekistan dan Tajikistan.

Adapun sisa wilayah lainnya baru menjadi protektorat Rusia tahun 1873 dan digabungkan di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Turkistan.

Ketika Uni Soviet berdiri menggantikan Kekaisaran (Tsar) Rusia pada tahun 1922, nasib umat Islam di Tajikistan semakin menderita. Mereka hidup di bawah rezim kekuasaan berhaluan sosialis bernama Republik Sosialis Soviet Tajikistan.

Sesuai namanya, negara ini merupakan salah satu republik semantik dari 15 republik yang membentuk Uni Soviet.

Selama tujuh dasawarsa, atas kendali politik Soviet, sebagaimana negara-negara bagian lainnya, pemerintah Tajikistan berusaha menghapus tradisi Islam.

Baca Juga: Dmitry Medvedev, Sindir Eropa dengan Komunis Datang Lagi: Membayar Gas Rusia

Kampanye anti-Islam yang dipropagandakan Soviet ini paling parah terjadi pada tahun 1920—1930-an, yakni pada era kepemimpinan Lenin.

Saat itu, banyak pejabat muslim yang melakukan pembunuhan dan pengajaran serta pelaksanaan ajaran Islam benar-benar dibatasi.

Namun, kebijakan represif ini terus berlanjut, terutama pada masa kepemimpinan Stalin (1934—1953) maupun ketika dipimpin oleh Khrushchev (1955—1964) dan Breznev.

Pada masa-masa itu, pemerintahan Kremlin menerapkan kebijakan memerangi Islam dengan cara yang sangat kejam, terutama pada era 80-90-an ketika pergerakan Islam mulai bangkit di berbagai belahan dunia, termasuk di Afganistan.

Saat itu istilah ekstremisme Islam menjadi momok yang menakutkan bagi para penguasa Soviet. Mereka khawatir pengaruh ekstremisme Islam itu akan menjalar ke dalam negeri dan mengguncang kekuasaan yang sudah relatif “mapan”.

Sampai pada era 80-an itu, semua masjid yang masih berfungsi, madrasah, dan menyebarkan Islam yang disebarkan oleh empat “direktorat spiritual” yang dibentuk untuk memberi kendali bagi pemerintahan.***

 

 

Editor: Popi Siti Sopiah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah