Pada 22 Juni 2003, ia memenangkan referendum yang akan mengizinkannya memimpin selama 2 periode 7 tahun yang berurutan setelah berakhirnya masa jabatannya terkini pada 2006.
Dan referendum ini hanyalah untuk memperkuat rezim pemerintahan Tajikistan yang korup.
Baca Juga: Wajibkan Pengantin Baru Berbulan Madu Selama 40 Hari, Begilah Fakta Unik Tajikistan yang Bikin Heboh
Hal ini juga sekaligus merupakan bentuk ketaatan rezim Tajikistan kepada imperialis Barat yang menginginkan ‘demokratisasi’ di negeri Islam ini.
‘Demokratisasi’ akan memperkuat rezim sekuler di sana yang akan menghalangi rakyat Tajikistan untuk melirik dan kembali kepada syariat Islam.
Keberadaan gerakan Islam di sana pasca runtuhnya Uni Soviet memang menjadi ancaman baru bagi negara imperialis AS di kawasan Asia Tengah tersebut.
Kekhawatiran ini cukup beralasan, mengingat AS memiliki banyak kepentingan di kawasan Asia Tengah.
Untuk menghalangi tegaknya Khilafah Islamiyah di Asia Tengah dan mengurangi pengaruh gerakan Islam, ‘demokratisasi’ dan ‘reformasi ekonomi’ kemudian menjadi reformasi utama.***