MEDIA PAKUAN - Salah satu dokter relawan di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Jalur Gaza,Abdelrahman Abu Shawisz mengungkapkan rasa kesedihannya.
Ia menceritakan bagaimana kondisi dalam rumah sakit tersebut dan korban luka akibat dari serangan menerus dari Israel di wilayah tersebut
Ia adalah Lulusan dari Universitas Azhar Gaza yang mulai menjadi sukarelawan sejak 10 Oktober 2023.
Iai mengungkapkan bahwa persediaan medis di rumah sakit itu yang tiap hari semakin menipis.
“Persediaan medis kami sangat terbatas,” katanya, dikutip dari Al Jazeera pada Senin, 20 November 2023.
Bahkan,terkadang pihaknya pun tak dapat lagi merawat korban luka secara bersamaan karena jumlah peralatan yang tidak memadai.
"Ketika puluhan orang yang terluka datang ke rumah sakit akibat serangan Israel, kami seringkali tidak dapat merawat mereka semua sekaligus karena kami perlu mensterilkan peralatan kami karena kami tidak mempunyai peralatan yang cukup,” ia menceritakan kesedihan yang dialaminya.
Selain itu,karena kekurangannya sumber daya di Gaza harus membuat para dokter tidak sanggup bertindak lebih jauh.
Perawatan yang tepat pun tidak mungkin dilakukan.
Baca Juga: Retno Marsudi bersama Anggota Delegesi OKI Temui Menlu China Wang Yi Hari Ini
“Kami tidak dapat mengeluarkan seluruh pecahan peluru dari tubuh orang yang terluka, hanya bagian yang mengancam nyawa mereka,” tuturnya.
"Itu masih berbahaya, karena pecahan peluru dapat menyebabkan infeksi yang menyebabkan kegagalan banyak organ, tapi kami berharap hal ini dapat ditindaklanjuti setelah perang selesai,” katanya.
Sementara itu,Abu Shawish harusmenjadi sosok yang memutuskan apakah seseorang yang terluka perlu diamputasi sebagian atau seluruhnya.
“Cedera yang saya lihat dalam perang (Mei) 2021 kurang lebih terlihat sama. Tetapi kali ini, saya telah melihat begitu banyak jenis yang berbeda, mulai dari luka bakar dengan tingkat yang berbeda-beda, anggota tubuh yang diamputasi, hingga laserasi yang dalam dan berbagai jenis pecahan peluru,” katanya.***