Pemerintah Korup: Tajikistan Islam Dijadikan Alat Diplomasi Kantongi Bantuan Tunai AS

30 Juni 2024, 12:55 WIB
Presiden Tajikistan Emomali Rahmon /Sumber: Reuters/

MEDIA PAKUAN - Tajikistan merupakan salah satu negara pecahan Uni Soviet. Saat ini, mayoritas penduduknya diketahui menganut agama Islam.

Tajikistan dipimpin Presiden Emomali Rahmonov yang berkuasa sejak tahun 1994. Dia sudah berkuasa 30 tahun.

Tahun 1990, beberapa saat setelah imperium Uni Soviet runtuh dan negara-negara Asia Tengah melepaskan diri dari Moskow, Presiden Tajikistan Emomali Rahmanov yang kini berganti nama menjadi Emomali

Rahmon menggunakan Islam sebagai alat diplomasi untuk mendekati negara-negara berpenduduk Muslim dan Arab.

Baca Juga: 7 Tempat Wisata di Tajikistan untuk Liburan Keluarga, Mulai dari Danau Iskanderkul hingga Pamir Highway

Hasilnya, ia mengantongi bantuan tunai 30 juta dolar AS untuk membiayai proyek-proyek sosial dan keagamaan di negaranya. Sepulang dari Riyadh, Rahmon menemukan pemerintahannya dalam keadaan sekarat.

Bahkan di tahun 1993, dua minggu sebelum berkunjung ke Arab Saudi, sang presiden bersedia masuk Islam dan secara kilat mempelajari agama nenek moyangnya itu.

Pada 6 November 1994, Rahmonov mulai menjabat sebagai Presiden Tajikistan.

Menyusul perubahan konstitusional, ia diangkat kembali sebagai Presiden pada 6 November 1999 dengan masa jabatan 7 tahun, mendapat 97% suara.

Pada 22 Juni 2003, ia memenangkan referendum yang akan mengizinkannya memimpin selama 2 periode 7 tahun yang berurutan setelah berakhirnya masa jabatannya terkini pada 2006.

Dan referendum ini hanyalah untuk memperkuat rezim pemerintahan Tajikistan yang korup.

Baca Juga: Wajibkan Pengantin Baru Berbulan Madu Selama 40 Hari, Begilah Fakta Unik Tajikistan yang Bikin Heboh

Hal ini juga sekaligus merupakan bentuk ketaatan rezim Tajikistan kepada imperialis Barat yang menginginkan ‘demokratisasi’ di negeri Islam ini.

‘Demokratisasi’ akan memperkuat rezim sekuler di sana yang akan menghalangi rakyat Tajikistan untuk melirik dan kembali kepada syariat Islam.

Keberadaan gerakan Islam di sana pasca runtuhnya Uni Soviet memang menjadi ancaman baru bagi negara imperialis AS di kawasan Asia Tengah tersebut.

Kekhawatiran ini cukup beralasan, mengingat AS memiliki banyak kepentingan di kawasan Asia Tengah.

Untuk menghalangi tegaknya Khilafah Islamiyah di Asia Tengah dan mengurangi pengaruh gerakan Islam, ‘demokratisasi’ dan ‘reformasi ekonomi’ kemudian menjadi reformasi utama.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Tags

Terkini

Terpopuler