AS Pindahkan F 15 dan F 16 di Timur Tengah Ke Pasifik dan Eropa, Hadapi China dan Rusia: Diganti A 10 Warthog

28 Maret 2023, 00:33 WIB
Jet Tempur AS F15, F 16 dan A 10 /Pixabay

MEDIA PAKUAN - Militer Amerika Serikat telah menarik dan memindahkan jet tempur F 15 dan F 16 dari sejumlah pangkalan yang berada di Timur Tengah, ke wilayah Pasifik dan Eropa.


Untuk menggantikannya AS dikabarkan akan mengirim jet serang A 10 Warthog atau Thunderbolt II yang merupakan pesawat pertama AS pasca Perang Dunia 2, yang dirancang sebagai dukungan udara untuk pasukan darat.


Namun Komando Pusat CENTCOM yang bertugas mengawasi Timur Tengah menentang hal tersebut, karena menurutnya di wilayah itu membutuhkan setidaknya dua setengah skuadron jet kelas atas.


Sementara itu di AS, pimpinan USAF ingin segera menghentikan pengoperasian A 10 Warthog dan mengalihkan pendanaannya untuk program lain.

 
EurAsian Times melaporkan penggunaan A 10 Warthog menjadi masalah politik bagi banyak anggota parlemen dan Senator AS, mereka menolak niat USAF untuk mempensiunkan pesawat ini, karena pabrik dan jalur perakitan pesawat itu berbasis di daerah pemilihannya.


Dari sudut pandang politik dan ekonomi, penghentian A 10 Warthog dianggap akan menutup industri dan tenaga kerja, yang akan berdampak pada ekonomi lokal dan merusak tingkat elektoral para politisi ini.


Kepala staf Angkatan Udara AS, Jenderal CQ Brown pada konferensi pertahanan yang diselenggarakan awal Maret 2023, mengatakan bahwa USAF akan menarik 21 unit A 10 Warthog, yang berarti jumlahnya berkurang dari 281 menjadi 260.


Wall Street Journal melapokan bahwa A 10 Warthog akan dikerahkan di Timur Tengah pada bulan April, sementara CENTCOM bersikeras membutuhkan sumber daya militer maksimum baik di udara, darat dan laut, untuk menghadapi Moskow dan Beijing.


Menurut CENTCOM, A 10 Warthog dianggap tidak akan berguna dalam perang menghadapi China, yang sebagian besar akan menjadi pertempuran udara dan laut.


Pesawat itu tidak dinilai tidak akan mampu membawa rudal jelajah anti-kapal atau serangan darat jarak jauh, karena penggunaannya lebih cocok untuk perang darat.


Jika NATO dan AS berperang dengan Rusia di Eropa, pesawat itu hanya akan menyebabkan kerugian besar pada pasukan darat dengan tank dan kendaraan lapis baja.


Di Timur Tengah, A 10 Warthog dianggap efektif melawan milisi bersenjata ringan atau pesawat angkatan laut Iran, hal tersebut terbukti saat pasukan AS memerangi ISIS di Irak dan Suriah.


Menurut laporan, sebelumnya AS akan menempatkan satu skuadron A 10 Warthog di Timur Tengah, bersama dengan dua skuadron F 15 dan F 16, dalam satu skuadron di wilayah ini biasanya diperkuat oleh 12 pesawat tempur.


Namun dengan penarikan pesawat tempur modern itu ke Pasifik dan Eropa, maka  ketegangan akan meningkat di bagian wilayah itu.


Sementara itu di kekuatan maritim, armada kapal perang telah di tarik besar-besaran dari Timur Tengah, untuk memperkuat wilayah Eropa dan Asia. Saat ini diwilayah Arab hanya terdapat dua atau tiga kapal perang, yang bukan kapal induk.


Komando armada penyerang kapal induk CENTCOM selama beberapa tahun telah berselisih dengan Komando Indo-Pasifik (INDOPAC), yang lebih membutuhkan kesiapan tinggi untuk menghadapi China.


Ketika AS menarik diri dari Afghanistan, USS Ronald Reagan dari Armada ke-5 yang mengawasi penarikan tersebut pada Agustus 2021, tidak lagi beroperasi di bawah CENTCOM, hingga terakhir beroperasi di Laut China Selatan pada Juli 2022.


Upaya AS di Pasifik menghadapi China, yaitu mencoba mengamankan akses penuh ke pangkalan militer Filipina di wilayah Itbayat dan Cagayan sebagai bagian dari Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA).


AS juga mendirikan Marine Littoral Regiment (MLR) di Okinawa dan meminta Jepang dan Taiwan untuk menyetujui pangkalan depot amunisi terdepan lainnya di wilayah ini.


Adapun di Timur Tengah, selama beberapa tahun kehadiran militer AS menjadi tidak signifikan terutama setelah bencana invasi Irak dan operasi perubahan rezim Suriah.


Juru bicara Strategi Keamanan Nasional AS 2022 ( NSS) menyatakan AS sering mengabaikan kebijakan militer-sentris yang didukung oleh kepercayaan yang tidak realistis pada kekuatan untuk merubah rezim.


Selain itu AS gagal memperhitungkan peluang untuk bersaing dengan prioritas global atau memperhitungkan konsekuensi yang tidak diinginkan, yang dipandang sebagai bagian dari eskalasi dan integrasi di negara-negara Timur Tengah.


Pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi yang ditengahi China, menandai kebangkitan dan dominasi Beijing.

Persaingan jangka panjang antara Iran dan Arab Saudi adalah sumber dari banyak konflik, yang berarti pencapaian diplomatik China ini telah menyingkirkan AS dikawasan ini.***

Editor: M Hilman Hudori

Tags

Terkini

Terpopuler