Tradisi Minum Teh Jepang Saat Ini, Benarkah Mengalami Pergeseran?

- 15 Juni 2024, 13:55 WIB
Tradisi Minum Teh Jepang Saat Ini, Benarkah Mengalami Pergeseran?
Tradisi Minum Teh Jepang Saat Ini, Benarkah Mengalami Pergeseran? //Pixabay/


MEDIA PAKUAN - Abad pertengahan Jepang, teh begitu populer pada abad ke-13 sehingga sekolah-sekolah khusus mulai berkembang yang mengajarkan orang-orang bagaimana mereka harus minum teh.

Teh hijau mendominasi dan tersedia dalam dua jenis, daun kasar, yang digunakan untuk teh yang diminum setelah makan, dan teh bubuk halus, yang disediakan untuk acara-acara khusus.

Orang-orang minum teh di dalam ruangan minum teh yang khusus (chashitsu) atau di taman pada kedai teh. Kedai ini disebut sukiya, yang berarti 'rumah yang tidak sempurna' karena pertama kali dibuat dari bahan yang sangat sederhana seperti bambu, tanah, dan jerami, dan jarang dilengkapi dengan perabotan.

Kedai-kedai ini memiliki pintu yang rendah, mungkin untuk mengingatkan bahwa semua orang yang masuk ke dalam kedai ini adalah sama dan memasuki sebuah ruangan yang tidak boleh ada perbedaan, apa pun statusnya di luar.

Kedai teh terletak di taman khusus tersendiri (roji) dengan batu pijakan (tobi-ishi), pepohonan hijau, dan lumut lebat, yang semuanya dirancang untuk menenangkan pengunjung sebelum memulai upacara minum teh.

Baca Juga: Anda Stres, Ini Resep Teh Ginseng: Obat Herbal Alami Mampu Meningkatkan Energi Positif

Dengan demikian, peminum teh dibawa dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari ke tempat peristirahatan yang tenang. Sebelum masuk, pengunjung akan melewati lampu batu dan bak (chōzu-bachi) di mana mereka dapat membersihkan tangan mereka.

Di dalam ruangan kecil di dalam pondok, terdapat lantai tatami. Tuan rumah menyiapkan teh di balik layar geser. Porselen atau barang-barang dekoratif yang dilapisi pernis terbaik digunakan untuk guci penyimpanan teh, teko, dan cangkir. Guci teh sering menjadi objek dekoratif tersendiri dan digunakan sebagai ornamen permanen di rumah.

 

Tradisi Minum Teh Jepang Saat Ini

Meskipun tidak semua orang dapat mengikuti upacara minum teh secara lengkap dalam sukiya, tetap ada beberapa poin etiket (tata cara) saat minum teh di Jepang, bahkan hingga saat ini.

Tuan rumah harus melakukan semua persiapan, bukan tamu. Lokasinya haruslah hening, sebaiknya dengan pemandangan yang menenangkan seperti taman yang asri atau setidaknya ada rangkaian bunga yang indah di dalam ruangan.

Bunga harus dirangkai agar terlihat seperti masih tumbuh liar dan momentum untuk menempatkannya dalam vas yang bagus tidak boleh dilewatkan. Satu dinding bisa dihiasi dengan karya seni cetak atau gulungan kertas hias (jiku) pilihan.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah merakit chadogu (peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam upacara minum teh Jepang) yang tepat. Terdapat tungku perapian (furo) atau ubin panas (shikigawara) untuk memanaskan ketel besi (kama).

Ada dua jenis kotak teh (chaire), yang pertama chaire dengan kantung sutra untuk teh yang kental atau lebih kuat dan yang kedua natsume porselen untuk teh yang encer atau lebih lemah. Kemudian dibutuhkan juga alat pengaduk dari bambu (chasen) untuk mencampur teh bubuk dan air panas.

Teh hijau dengan kualitas terbaik, seperti yang telah disebutkan, adalah matcha. Bubuk matcha yang sangat halus ditaburkan dan diaduk ke dalam air panas di dalam mangkuk minum (chawan). Minumannya sedikit berbusa.

Baca Juga: Manfaat Daun Teh Hijau Sukabumi, Sehatkan Jantung hingga Energi Terjaga: Ini Resep Minuman Obat Herbal Alami

Alternatif lainnya adalah sencha, daun teh kering kecoklatan yang diseduh dan karena harganya yang jauh lebih murah daripada matcha, mebuatnya lebih banyak diminum. Matcha cenderung disediakan untuk acara-acara khusus dan upacara minum teh.

Mangkuk yang digunakan dapat terbuat dari bahan apa saja, tetapi mangkuk yang berkarakter atau memiliki sejarah akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik.

Mangkuk dan peralatannya, bahkan bisa menjadi barang antik yang berharga, tetapi desainnya tidak boleh terlalu rumit karena akan bertentangan dengan prinsip wabi. Sebaiknya warna-warna yang digunakan sesuai dengan warna teh yang disajikan.

Mangkuk-mangkuk tua, bahkan dapat menunjukkan tanda-tanda perbaikan karena ini menunjukkan kualitas sabi, yaitu keindahan yang memudar yang terlihat pada benda-benda yang sangat disukai dan sering digunakan.

Secara alami, tuan rumah melayani para tamu sebelum diri mereka sendiri. Teh harus diminum sedikit demi sedikit. Apresiasi penuh terhadap upacara minum teh mengharuskan tamu untuk tidak hanya memiliki pengetahuan tentang tradisi, tetapi juga menyadari tren dalam seni visual, arsitektur, desain taman, merangkai bunga, dan keramik.

Diilhami oleh prinsip dasar Zen, upacara minum teh lengkap sering dilakukan untuk pengunjung biara Buddha Jepang.

Terdapat tiga ruang minum teh asli yang masih ada, dan terdaftar sebagai Harta Karun Nasional Jepang; ruang minum teh tersebut dapat ditemukan di kuil Myoki-an di Yamasaki, di dalam kuil Shinto di Minase-gu, dan di biara Saiho-ji di Kyoto.

Selain tempat yang lebih formal ini, teh, tentu saja, saat ini tersedia di mana-mana, mulai dari restoran sushi hingga mesin penjual otomatis.

Terakhir, sebungkus teh berkualitas masih banyak diberikan sebagai hadiah, seperti yang dilakukan oleh para biksu Buddha pada abad ke-8 yang memulai kecintaan Jepang terhadap teh.***

Editor: Popi Siti Sopiah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah