Agustusan, Warga Cipurut Kenang Peristiwa Pembataian Empat Pejuang

- 14 Agustus 2020, 18:24 WIB
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe) /
 
MEDIA PAKUAN-Sebagian  warga di Desa Cipurut, Kecamatan Cirenghas, Kabupaten Sukabumi, peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia kerap mengusik luka lama yang pernah terjadi disana. 
 
Mereka kerap menitikan air mata saat warga mengenang detik-detik kemerdekaan. Kendati peristiwa Cipurut berdarah terjadi dua tahun setelah Presiden Republik Indonesia, Ir Sukarno membacakan teks Proklamasi. 
 
Tapi peristiwa berdarah yang menyebabkan empat orang pejuang gugur dibunuh penjajah dalam hari yang bersamaan. "Peristiwa itu, terjadi 1947 lalu, dalam hari bersamaan saat Indonesia dinyatakan merdeka," kata tokoh masyarakat Cipurut, Pahruroji (86).
 
Pembataian empat pejuang kemerdekaan di Desa Cipurut dilakukan penjajahan dalam serangkaian penyergapan kerap dikenang. Hampir setiap tahun, peristiwa berdarah yang merengut nyawa empat orang pejuang selalu dijadikan momen kunjungan bersejarah. 
 
"Para pelajar dan warga sebelum peringatan Hari Kemerdekaan di Sukabumi, terlebih dahulu datang ke Makam Pahlawan Cipurut yang berada di Kaki Gunung Manglayang, "katanya.
 
Pahruroji mengatakan setiap hari Kemerdekaan selalu berjiarah dan mengenang peristiwa agresi kedua Belanda yang merengut nyawa Abdullah Bin Godhzali, Hasanudin bin Sidiq, Imam, dan Uned Daelami bin Ahmad. 
 
Pahruroji mengaku masih ingat detik-detik pembantaian yang dilakukan penjajah terhadap keempat para pejuang tersebut.  
 
Pertempuran berdarah itu terjadi tidak jauh dari bantaran Sungai Ciganda di Kampung Cipurut, Kecamatan Cirenghas, kata Pahruroji masih terngiang. Bahkan suara tembakan dan pekikan takbir para pejuang hingga rentetan senjata mesin pasukan Belanda, masih terngiang jelas dalam ingatannya.
 
Pahruroji mengaku  tahu persis pertempuran tidak seimbang antara para pejuang dengan Belanda yang bersenjata lengkap. Bahkan  sangat mengenal sosok keempat kerabat yang gugur. Kendati saat peristiwa  terjadi dia masih berusia sembilan tahun.
 
"Saya tahu persis ketika Belanda menembaki dan membunuh para pejuang itu. Mereka tidak hanya menembak tapi membakar salah seorang pejuang hidup-hidup beserta rumahnya," katanya. 
 
Ia merupakan satu-satunya saksi hidup pada saat ini. Ia mengatakan gugurnya keempat pejuang hisbullah itu penuh dengan aksi heroik. Kematian para pejuang berawa dari penyergapan ratusan tentara belanda berenjata lengkap kala itu, persis di rumah pimpinan Hisbullah, Abdullah.
 
Kala itu, kata Pahruroji, ratusan tentara Belanda bersenjata lengkap mengepung dan membakar rumah yang berada tidak jauh dari bibir sungai Ciganda. Pasukan juga melepaskan ratusan butir peluru yang menyebabkan keempat penjuang gugur.
 
"Saya melihat sendiri Uned dan Imam gugur dengan posisi berpelukan. Mereka kakak beradik tewas dengan puluhan peluruh tersarng di tubuhnya," katanya.
 
Sementara  jasad Hasanudin, kata Pahruroji ditemukan dalam kondisi memilukan. Jasad pejuang itu turut serta dibakar bersama rumahnya.
 
"Kami berhasil mengevakuasi keempat jasad para pejuang itu, termasuk jasad salah seorang pejuang yang turut hangus terbakar. Warga memakamkan  persis di kaki Gunung Manglayang ini," katanya.
 
Belum Masuk Buku Sejarah. 
Kendati aksi heroik gugurnya empat pejuang yang disebut-sebut bagian dari rangkaian heroik pertempuran Bojongkokosan di Kabupaten Sukabumi, namun Sekretaris Desa  Cipurut, Iwan Ridwan menyesalkan perjuangan monumental bagi warga Cipurut  tidak masuk dalam buku sejarah perjuangan bangsa. 
 
"Kami memperingati hari pahlawan dua kali dalam setahun. Tidak hanya memperingati hari Pahlawan setiap 10 November, tapi  bagi warga Cirenghas peristiwa gugurnya para pejuang 17  Agustus pun dijadikan hari pahlawan bagi warga Cipurut," katanya*** 

Editor: Ahmad R


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x