Sejarah Paskibraka Terbentuk Setelah 21 Tahun Menemui Jalan Buntu

- 15 Agustus 2020, 21:10 WIB
ILUSTRASI Tm Paskibraka.* //Foto: PMJ/ Dok Net
ILUSTRASI Tm Paskibraka.* //Foto: PMJ/ Dok Net /

MEDIA PAKUAN - Sudah bisa dipastikan, setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Kemerdekaan RI.

Perayaan hari bersejarah tersebut ditandai dengan digelarnya upacara pengibaran bendera Merah putih serta pembacaan teks proklamasi.

Dari sejumlah rangkaian upacara, pengibaran bendera selalu menjadi momen menarik yang tak kunjung bosan untuk disaksikan, terutama pelaksanaan yang digelar di Istana Negara.

Baca Juga: Open Sale Realme C12 Harga Rp1,8 Juta Dilengkapi Sensor Fingerprint

Salah satu hal yang memikat dalam proses pengibaran bendera tersebut adalah keberadaan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka.

Kekompakan serta dispilin tinggi saat menjalankan tugas pengawalan bendera pusaka hingga pada proses menaikan atau menurunkan bendera, selalu menuai kekaguman dari para peserta upacara.

Kesigapan dan keterampilan mereka menjaga fokus dalam meminimalisir kesalahan, menjadi kunci kesuksesan sebuah penyelanggaraan upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Seperti apa kisah sejarah mengenai pembentukan paskibraka tersebut, dari berbagai sumber Media Pakuan merangkumnya untuk anda, berikut ulasan sejarahnya.

Baca Juga: Facebook Berencana Gabungkan Obrolan Instagram dan Messenger pada Pembaharuan Baru

Cikal bakal terbentuknya paskibraka ini berawal dari penugasan Presiden RI Ir Soekarno kepada ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar.

Ia diperintahkan untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang akan digelar 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung, Yogyakarta.

Kala itu Mutahar memiliki gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air sebagai penerus perjuangan bangsa.

Husein Mutahar, Penggagas pembentukan Paskibraka. / Dok Net
Husein Mutahar, Penggagas pembentukan Paskibraka. / Dok Net


Tetapi gagasan tersebut gagal terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda, terdiri dari 3 orang putra dan 2 orang putri yang berasal dari berbagai daerah terdekat.

Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka.

Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Pada 1967, Husein Mutahar dipanggil Presiden RI kedua yakni Soeharto. Ia ditugaskan untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka.

Dengan ide dasar terdahulu, Mutahar akhirnya kembali mengembangkan gagasannya. formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya.

Baca Juga: Ingin Berpisah dengan Pasangan? Begini Cara Putuskan Pacar Secara Baik-baik

Terdiri dari Pasukan 17 sebagai pengiring atau pemandu, Pasukan 8 bertugas pembawa bendera (inti) dan Pasukan 45 merupakan pasukan pengawal. Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 (17-8-45).

Pada waktu itu Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta. Mereka juga menjadi anggota pandu atau pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.

Rencana semula untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI) namun konsep ini pun gagal terrealisasi.

Saat ini mencuat usulan agar menggunakan anggota pasukan khusus ABRI, seperti RPKAD, PGT, KKO, dan Brimob. Namun hal itu kembali menemai jalan buntu.

Baca Juga: Lama Ditunggu, Drakor Alarm 2 Segera Tayang

Akhirnya paskibraka diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Keputusan tersebut lebih dikarenakan personil pasukan tersebut mudah dihubungi karena mereka bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta.

Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.

Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada para kepala daerah setingkat gibernur hingga bupati dan walikota.

Halaman:

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Indonesia Baik


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x