MK Batalkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada

- 30 Juli 2020, 08:28 WIB
POTRET Gibran Rakabuming yang memutuskan untuk maju dalam Pilkada Solo 2020.*
POTRET Gibran Rakabuming yang memutuskan untuk maju dalam Pilkada Solo 2020.* /Instagram Gibran Rakabuming/

 

MEDIA PAKUAN- Majunya Syailendra Soeryo Soepomo menjadi Calon Walikota Solo sangat mengejutkan dan tidak pernah diduga oleh siapapun.

Pengamat politik Aceng Ahmad Nasir angkat bicara, ini hitung-hitungan berdasarkan kepopuleran semata,dinasty Politik bukanlah hal yang baru, dalam perpolitikan Indonesia hampir setiap penguasa melakukan hal ini.

Baca Juga: Syailendra Soeryo Soepomo Rival Berat Gibran Rakabuming

Upaya melanggengkan kekuasaan melalui perpanjangan tangan kerabat ataupun regenerasi politik, bukanlah hal yang aneh.

Bahkan, Praktik ini makin subur setelah Majelis Konstitusi (MK) pada 8 Juli 2015 secara tak langsung melegalkan dinasti politik.

Baca Juga: Rumah Nyaris Rubuh Di Tiga Kampung, Diperbaiki TNI Kurang Dari Dua Pekan

Mahkamah Agungn (MK) lanjut Dia, saat itu membatalkan Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang menerangkan, syarat calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota) tak mempunyai konflik kepentingan dengan petahanan.

Baca Juga: Hari Ini, Ridwan Kamil Sampaikan Nota Pengantar Usulan Pemekaran Sukabumi

Menurut Aceng ahmad Nasir yang juga
Direktur InPocus (Indonesia Political consultant Strategyc), di era Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin, wacana anak dan menantunya untuk ikut berlaga di Pilkada 2020 jadi bukti kecil betapa kekuasaan memang harus dipertahankan.

Masalahnya, dinasti politik juga bisa dijumpai dalam berbagai rezim di Tanah Air sejak era Soeharto, Megawati, SBY, sampai sekarang.

Halaman:

Editor: Ahmad R


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x