MEDIA PAKUAN - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan bahwa Singapura merupakan bagian dari Johor dan pernah dimiliki oleh negara bagian Johor. Maka Malaysia harus harus menuntut agar Singapura dikembalikan.
Mahathir juga mengatakan Kepulauan Riau yang menjadi wilayah Indonesia harus dikembalikan ke Johor.
Ia juga mengingatkan kemenangan Malaysia atas kendali pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ).
Ia juga mengingatkan kemenangan Malaysia atas kendali pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ).
Ia juga menuntut pengembalian Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh, yang selama ini disengketakan dengan Singapura.
Berbicara di acara Kongres Survival Melayu di Selangor, Minggu 19 Juni 2022, dalam pidatonya yang disiarkan langsung di media sosial, Mahathir mengklaim bahwa secara historis, tanah Melayu terbentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan hingga Kepulauan Riau.
Ia juga mengatakan Malaysia saat ini bukan milik orang-orang melayu, karena banyak orang Melayu yang tetap miskin dan cenderung dijual tanahnya.
Baca Juga: BMKG Merilis Prakiraan Cuaca di Seluruh Provinsi di Indonesia, Berpotensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang
Pada tahun 2002 ICJ memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.
Setelah itu pada tahun 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca milik sebagai milik Singapura, pulau Middle Rocks di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan ini. Tetapi setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi, pada Mei 2018, Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan proses tersebut.***
Pada tahun 2002 ICJ memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.
Setelah itu pada tahun 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca milik sebagai milik Singapura, pulau Middle Rocks di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan ini. Tetapi setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi, pada Mei 2018, Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan proses tersebut.***