Mengagetkan! Mayoritas Muslim, Mengapa Tajikistan Membuat Perpu Larangan Berbau Arab?

30 Juni 2024, 11:05 WIB
Mengagetkan! Mayoritas Muslim, Mengapa Tajikistan Membuat Perpu Larangan Hijab? // Foto oleh cottonbro studio: https://www.pexels.com/id-id/foto/

MEDIA PAKUAN - Tajikistan merupakan negara yang mayoritas Islam, negara ini bekas Uni Soviet yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, dengan 96% penduduknya beragama Islam, menurut sensus terakhir pada tahun 2020.

Tajikistan belum lama ini telah mengesahkan sejumlah kebijakan baru yang cukup kontroversial. Salah satunya terkait larangan penggunaan hijab

Negara di Asia Tengah tersebut telah dipimpin oleh Presiden Emomali Rahmon sejak tahun 1994 silam.

Sepanjang masa kepemimpinan Emomali Rahmon, sebenarnya bukan kali ini saja Tajikistan mengeluarkan aturan-aturan kontroversial.

Presiden Emomali Rahmon terkenal dengan sikap otoriternya, bahkan Kebijakan anti-Islam di Tajikistan tak lepas dari tangan besi presidennya.

Baca Juga: 98 Persen Berpenduduk Muslim, Tajikistan Sahkan Larangan Hijab dan Pakaian Islami

Politikus berusia 71 tahun yang sempat lama menjadi pejabat rezim komunis Uni Soviet itu sejak awal sudah bersengketa dengan umat Islam yang merupakan 98 persen populasi Tajikistan.

Undang-undang yang disetujui oleh majelis tinggi parlemen Majlisi Milli pada hari Kamis lalu, dengan tegas melarang penggunaan “pakaian asing” termasuk hijab, maupun penutup kepala lainnya yang dikenakan oleh wanita Muslim. Seiring dengan itu, warga Tajikistan dianjurkan untuk memakai pakaian nasional Tajikistan.

Kebijakan Tajikistan yang Menindas Kaum Muslim

1. Pelarangan Jilbab

Satu kebijakan kontroversial yang belakangan jadi perhatian adalah pelarangan penggunaan jilbab di Tajikistan.

Mengutip EuroNews, larangan jilbab ini dipandang sebagai cerminan dari garis politik yang dijalankan pemerintahan presiden seumur hidup Emomali Rahmon.

Pelarangan jilbab tercantum dalam undang-undang terkait serangkaian tindakan agama yang digambarkan pemerintah sebagai upaya melindungi nilai-nilai budaya nasional serta mencegah ekstremisme.
Baca Juga: Ratusan Ribu Warga Prancis Turun ke Jalan Protes Kenaikan BBM, 400 Terluka

Kebijakan tersebut sudah disetujui majelis tinggi parlemen Majlisi Milli pekan lalu. Setelahnya, Tajikistan akan resmi melarang penggunaan "pakaian asing" termasuk jilbab atau penutup kepala yang biasa dipakai oleh wanita Muslim.

Sebaliknya, pemerintah mendorong agar warga negaranya mengenakan pakaian nasional Tajikistan.

Tak tanggung-tanggung, bagi mereka yang melanggar bakal dikenai denda mulai dari 7.920 somoni Tajikistan (sekitar Rp 12 juta) untuk warga negara biasa hingga 57.600 somoni (sekitar Rp 86 juta) jika mereka adalah tokoh agama.

Baca Juga: Tumbangkan Tajikistan,Jordan Pastikan Lolos Kedalam Babak Semifinal AFC Asian Cup Qatar 2023

2. Pembatasan Praktik Keagamaan

Pemerintah Tajikistan terus menekan kebebasan beragama dengan dalih tuduhan ‘ekstremisme’.

Mengutip The Diplomat, penindasan terhadap agama yang dilakukan Tajikistan memberikan dampak paling luas terhadap mayoritas penduduk Muslim Sunni selama satu dekade terakhir.

Tak puas dengan menutup sekolah-sekolah agama dan toko buku, mereka bahkan memberlakukan larangan pertemuan doa-doa pribadi.

Setelahnya, pemerintah Tajikistan terus melanjutkan pembatasan yang tidak semestinya pada semua aspek praktik keagamaan, termasuk ibadah, perayaan, pendidikan, hingga tradisi.

Mereka yang tidak mematuhi peraturan harus bersiap menghadapi hukuman berat. Lebih jauh, meski pelanggaran kebebasan beragama di Tajikistan berdampak negatif pada semua kelompok agama, pelanggaran tersebut paling banyak menargetkan mayoritas Muslim Sunni Hanafi.

3. Dilarang Memelihara Jenggot

Meski tidak semuanya, ada sebagian umat Muslim yang memelihara jenggotnya sampai lebat dan panjang. Hal ini konon didasarkan pada anjuran yang sifatnya sunnah.

Akan tetapi, konotasi ‘orang Muslim berjenggot’ seiring waktu justru mendapat pandangan negatif. Beberapa di antaranya menganggap orang-orang demikian terlibat pada aksi ekstremisme.

Tajikistan sendiri telah menindak tegas para warga Muslim yang berani memelihara jenggotnya. Pada 2016, Al Jazeera melaporkan polisi Tajikistan mencukur hampir 13.000 jenggot orang Muslim yang dipanjangkan.

Lagi dan lagi, alasannya diklaim sebagai upaya pemerintah dalam menanggulangi aksi ‘radikalisme’.

Baca Juga: Tumbangkan Tajikistan,Jordan Pastikan Lolos Kedalam Babak Semifinal AFC Asian Cup Qatar 2023

4. Larangan Penggunaan Nama Arab

Pada Januari 2016, anggota parlemen Tajikistan memilih untuk melarang nama asing yang terdengar ‘ke-arab-araban’.

Mengutip Rferl, Menteri Kehakiman Rustam Shohmurod menyebut nama asing itu telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat Tajik.

Pembatasan nama bertujuan melawan tren yang berkembang di negara Asia Tengah ketika para orang tua sering memilih nama Arab dan Islam tradisional untuk bayi mereka yang baru lahir.

Nama-nama dari tokoh-tokoh Islam seperti Sumayah, Aisha, dan Asiya menjadi terpopuler untuk anak perempuan di Tajikistan. Sementara bagi anak laki-laki, ada seperti Muhammad, Yusuf, dan Abubakr, dan lainnya.

Itulah beberapa kebijakan Tajikistan yang menindas kaum Muslim di negaranya.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Tags

Terkini

Terpopuler